Saturday, December 1, 2012

Dari Hong Kong!!


“DARI HONG KOONG!!”.
Ketika ada sesuatu hal yang gak beres atau gak sesuai, kadang temen saya ada yang nyeletuk “ Dari Hong Kong”. Misalkan gw nanya
“Gimana persiapan acara buat besok, beres kan??”
“Hah, beres dari Hong Kong!!”.
Nah itu tandanya, persiapannya belom beres, bahkan masih berantakan, makannya dijawab dengan sewot “Beres dari Hong Kong!!”.

Entah apa sejarahnya kenapa kalo ada yang bersifat palsu atau gak beres dibilang dari Hong Kong, padahal Negara ex-kolonial Inggris ini lebih beres dan tertata dibanding Indonesia. Entah dosa apa yang diperbuat Hong Kong pada Indonesia padahal TKI kita di sana diperlakukan lebih manusiawi ketimbang Negara tujuan Ekspor TKI lainnya semisal Malaysia atau Arab Saudi.

TKI di Hong Kong
Bicara soal TKI di Hong Kong, saya beberapa kali ketemu dengan mereka, pertama pas sarapan dim sum di Tsim Sha Shui, kedua di Disneyland, dan ketiga di deket Ladies Market.

Saya sempet ngobrol-ngobrol dengan mbak Yanti, TKI asal Malang yang sudah bekerja 11 tahun di Hong Kong. Beliau mengaku kerasan, karena diupah secara wajar dan diperlakukan dengan baik, buktinya malam itu di Ladies Market dia diberi kebebasan untuk belanja dan bermain bersama teman-temannya. Setiap kemana-mana juga mereka diajak dan sering pula dibelikan baju atau oleh-oleh dari majikannya. Kalau minggu pagi mereka suka ngumpul di Victoria Park dengan berbagai macam aktivitas seperti arisan atau olah raga bareng.


Transportasi
Samapai di bandara HKIA (Hong Kong International Airport) kita disuguhkan dengan kereta/sub way yang menghubungkan antar terminal dan juga pelabuhan yang terintegrasi. Keluar dari HKIA pemandangan bukit-bukit nan indah siap menyapa. Orang Hong Kong bisa dibilang jagonya rekayasa alam, teknik sipilnya maju sekali. Bukit bisa ditembus diberi jalan, begitu juga laut dengan penghubung yang bukan hanya jembatan tapi juga jalanan bawah laut dan terintegrasi juga dengan kereta, pulau-pulau artificial juga banyak di sana.

Bus tingkat dan taxi merah kapasitas lima orang merupakan salah-satu landmark Negara Administratif Hong Kong. Mengenai plat kendaraan di sana saya masih bingung karena ada yang warna putih, item, kuning, bahkan plat depan dan belakang beda warna tapi sama nomernya. Mengenai nomor kendaraan pun ada yang pakai nama misalkan JON4THAN dll, wah variatif banget lah.

Kuliner
Banyak pilihan makanan di sini, namun tentunya saya cari yang tradisional khas setempat. Rata-rata restoran khas Chinese jarang menyediakan garpu tapi pake sumpit (yaiyalah kalo yang ini juga kalian pasti udah tau), dan berbagai alat makan porselen putih sebagai alat makannya. Yang paling saya suka adalah duck peking dan nasi goring ikan asin, yang lainnya kurang nyambung di lidah Indonesia saya, makannya kemana-mana saya bawa saos ABC haha.. tapi bener lho resto-resto di sana gak nyediain saos, paling adanya di hotel, itu juga cuma saos tomat. So.. buat temen-temen yang mau liburan di daerah asia timur jangan lupa bawa saos sambel supaya makananya lebih ‘berasa’ :D


Culture
Tertib, itulah kesan yang timbul ketika saya melihat orang-orang sabar mengantri taxi berbaris rapih, juga saat lampu merah buat menyebrang jalan, padahal lebar jalan cuma lima meter dan sepi, gak ada polantas yang mengawasi pula. Namun kondisi toilet umum di sini kurang cocok buat orang Indonesia, karena ceboknya pake tisu gak ada selang air, urinoir di sana pun pakai leser jadi suka gak pas keluar airnya kalo kita ingin bilas. Hal ini buat yang muslim tentu agak bermasalah, mengingat ada konsep thaharah dimana sebelum beribadah hendaknya bersuci dengan air dan yakin terbebas dari najis atau hadast. Untuk mobile toilet saya gak saranin buat menggunakannya karena jorok. Pesan Moral: siap sedia selalu tisu basah.

Pemukiman
Di sana ada ungkapan “orang yang punya genting, berarti orang kaya”.Ya, karena harga tanah di sana luar biasa mahal, sebagian besar warganya tinggal di apartemen/rusun. Di sana pun ada semacam slum area dimana rusun kumuh nan jorok berkumpul. Di ruas-ruas jalan di sana kalau saya perhatikan sebagaian besar media iklan semisal baliho dll, didominasi produk kecantikan atau fashion dan memang orang-orang di sini terutama wanitanya keranjingan belanja. Bandingkan dengan Jakarta, kebanyakan media iklan baliho, reklame dikuasai iklan rokok, provider telfon selular, atau kampanye parpol/tokoh untuk pencitraan :D

Continue Reading →

Thursday, April 26, 2012

Siap Sedia Selalu Uang Tunai

Beberapa hari yang lalu di perjalanan pulang dari kantor ke rumah, gw mampir ke tukang sate, maklum perut dah gak bisa diajak kompromi nih.

“Bu, pesen sate ayamnya satu porsi” sebenernya pengen nambah kalimat “cepetan ya bu, dah laper nih” tapi gak mungkin lah, cukup di dalam hati aja.

Dengan lahap gw libas tuh sate. Sampe keringetan euy..
Pas buka dompet *astaghfirullah tinggal GOCENG duit gw, mikir sejenak dan keringat dingin pun berdesir lebih deras dari keringat orang kekenyangan sebelumnya.

Kebetulan di seberang jalan ada AlfaMart, seinget gw bisa tarik tunai di sana. Gw pun pura-pura beli minum dan segera ke AlfaMart.

“Mba, di sini bisa tarik tunai pake kartu debit BCA gak?”
“Bisa mas, tapi harus belanja dulu”
“Oke, gakpapa mba”. Gw ambil satu minuman botol dan langsung balik ke kasir.
“Ini, mba belanjaan saya”
“Wah, belanjanya mesti di atas tiga puluh ribu mas.”
“Oh gitu ya, yaudah saya tambahin deh belanjaannya”

Pas udah bolak-balik gitu mba-mba AlfaMartnya bilang: “Maaf, mas mesin debetnya ternyata rusak, maaf ya” *_*

Gw, balik ke tukang sate, pengunjung makin ramai. Gak ada jalan lain gw harus cari ATM. Gw pun memberanikan diri buat ngomong sama si ibu penjual sate untuk ninggalin tempat buat nyari ATM.

“Egh.. Bu,, uang tunai saya gak cukup, saya mau ke ATM dulu”. Suara gw pelan.

“Apah? Gak kedengeran!” si ibu yang sepertinya kebrisikan oleh suara kendaraan lalu-lalang dan riuh pengunjung.

Dengan terpaksa gw lantangkan suara.

“BU, UANG CASH SAYA GAK CUKUP BUAT BAYAR SATE, SAYA CARI ATM DULU YA..”

Si ibu penjual sate terdiam, pengunjung juga terdiam, hening sejenak.. Tak ada jawaban, si ibu memilih terus ngipas-ngipas satenya.

Gw pun segera meluncur.. akhirnya nemu ATM juga, kra-kira 3 Km dari TKP. Dan senyum ibu si penjual sate kembali merekah setelah gw bayar LUNAS!!
Continue Reading →

Monday, April 2, 2012

Keberadaan Wamen (in)konstitusional


Hingga kini, keberadaan wakil menteri masih diperdebatkan. Bermula dari LSM Gerakan Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (GN-PK), melalui ketuanya Adi Warman mengajukan judicial review mengenai materi UU Kementerian Negara. Perkara ini masuk ke MK dengan Register Perkara No. 79/PUU-IX/2011. Pada tanggal 1 Desember 2011 telah dilakukan pemeriksaan pendahuluan dan tanggal 4 Januari 2011 telah memasuki Acara Mendengarkan Keterangan Pemerintah, DPR, dan Saksi/Ahli dari Pemohon dan Pemerintah.

Pemohon meminta Mahkamah agar menyatakan Pasal 10 UU Kementerian Negara yang berbunyi, “Dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, Presiden dapat mengangkat Wakil Menteri pada Kementerian tertentu” bertentangan dengan Pasal 17 UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dengan segala akibat hukumnya.

Lebih lanjut kuasa Pemohon, Arifsyah menuturkan bahwa Pasal 51 Perpres Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara menyatakan, “Susunan organisasi Kementerian yang menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 terdiri atas unsur: a. pemimpin, yaitu Menteri; b. pembantu pemimpin, yaitu Sekretariat Kementerian; c. pelaksana, yaitu Deputi Kementerian; dan d. pengawas, yaitu Inspektorat Kementerian”. Di sana memang belum menyebutkan peran dan fungsi wakil menteri, sebagaimana juga dengan posisi Staf Ahli karena yang diterangkan ialah unsur organisasi. Meski demikian, bukan berarti posisi mereka dinafikan, melainkan dijelaskan pada bab terpisah.

Sebelumnya 19 Oktober 2011 lalu Presiden SBY melantik 13 wakil menteri. Tidak seperti Perpres 47/2009, Perpres mengenai perubahannya (76/2011) yang disahkan tanggal 13 Oktober tidak mengharuskan seorang wakil menteri telah menduduki jabatan struktural eselon I.a. namun tetap harus diisi oleh pejabat karier. Mengacu pada UU 43/1999 Tentang Pokok-pokok Kepegawaian definisi Jabatan Karier adalah jabatan dalam lingkungan birokrasi pemerintah yang hanya dapat diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil atau Pegawai Negeri yang telah beralih status sebagai Pegawai Negeri Sipil. Kemudian, Posisi Wamen juga diperkuat dengan Perpres 92/2011 yang menyebutkan secara rinci nomenklaturnya di masing-masing kementerian.

Menurut Prof. Amzulian Rifai, diungkitnya jabatan wakil menteri lebih karena alasan politis, bukan semata-mata dikarenakan persoalan yuridis. Secara yuridis, wakil menteri memiiliki legitimasi. Ia semestinya dipandang sebagai jabatan yang diisi pejabat karier, baik berasal dari pejabat struktural maupun fungsional.

Dalam perspektif hukum tata negara, sekalipun jabatan wakil menteri tidak diatur, baik dalam UUD 1945 maupun peraturan perundang-undangan lain, Presiden sebagai kepala pemerintahan tetap memiliki kewenangan untuk mengadakannya, sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Ayat (1) UUD 1945.

Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, posisi wakil menteri pernah diadakan. Tidak seharusnya kewenangan konstitusional Presiden tersebut diintervensi oleh cabang kekuasaan lain, termasuk oleh kekuasaan yudisial. Atas dasar ini, langkah Presiden SBY mengangkat para wakil menteri sudah sesuai dengan ketentuan. Bahwa jumlahnya ter-kesan "diobral", itu soal lain.

Dari berbagai perspektif tersebut kemudian muncul pertanyaan, nilai manakah yang mesti dikedepankan. Apakah nilai keadilan, kepastian hukum, atau nilai kegunaan. Ketiganya merupakan nilai dasar hukum, namun masing-masing nilai mempunyai tuntutan berbeda satu sama lain, sehingga ketiganya memiliki potensi untuk saling bertentangan dan menyebabkan adanya ketegangan antara ketiga nilai tersebut (spannungsverhältnis). Kini kita tunggu saja apa keputusan MK dan atas pertimbangan apa memutus perkara tersebut.
Continue Reading →

Monday, March 26, 2012

Berapa Lama Sebenarnya Indonesia Dijajah?


Berapa lama sebenarnya Indonesia dijajah Belanda? Tiga Setengah abad? Ya, telinga kita terlanjur familiar mendengar bahwa bangsa ini dijajah 3,5 abad lamanya, tapi apa benar?

Ucapan Bung Karno “Indonesia dijajah selama 350 tahun” menurut saya hanya dimaksudkan untuk membangkitkan semangat patriotisme di masa perang kemerdekaan. Ada lagi ucapan “Lebih menderita dijajah Jepang selama 3,5 tahun dari pada dijajah Belanda 3,5 abad”, rangkaiannya kata berima 3,5 ini mudah diingat dan kemudian menjadi pembenaran.

Dijajah 350 tahun, kalau dihitung mundur dari tahun 1945, artinya kita dijajah Belanda mulai 1595.
Benarkah Indonesia mulai dijajah Belanda pada tahun itu?

Yang terjadi tahun 1595 sebetulnya bukan penjajahan, melainkan Cornelis de Houtman mendarat di Banten untuk berdagang. Cornelis de Houtman adalah kapten kapal berbendera Belanda pertama yang tercatat mendarat di Indonesia. Dia tidak membawa tentara. Kalau penjajahan atau kolonisasi dimaksudkan sebagai penguasaan (politik dan militer) suatu teritori oleh orang-orang dari luar wilayah tersebut, maka tentu saja rombongan de Houtman tidak melakukannya.

Sekalipun de Houtman melakukan penjajahan, bukan semata-mata berdagang, di tahun 1595 tentu saja yang dijajah bukan Indonesia. Indonesia, bahkan nama itu, belum pernah ditulis orang pada tahun 1595.

Sebutan "Indonesia" sendiri baru dibuat tahun 255 tahun sesudah de Houtman menginjakkan kakinya di Indonesia. Indonesia pertamakali didefinisikan pada 1850 oleh seorang etnolog Inggris bernama James Richardson Logan dan kemudian nama itu dipopulerkan oleh Adolf Bastian, lebih dari 30 tahun kemudian.

Verenigde Oost-Indische Compagnie (VoC) boleh dibilang mulai menjajah beberapa wilayah di Nusantara tahun 1610. VoC memaksakan monopoli perdagangan, membangun benteng, dan menunjuk Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Tetapi, pernyataan Belanda menjajah Indonesia sejak 1610 juga salah di dua tempat. Bukan hanya karena Indonesia belum ada, juga karena VoC hanyalah sebuah kongsi dagang, atau, dalam dialek lokal disebut kumpeni. VoC bukanlah Negeri Belanda.

Wilayah di Nusantara baru resmi menjadi koloni Negeri Belanda setelah VoC bangkrut karena korupsi. Bisa dihitung sejak tahun 1796 ketika Pieter Gerardus van Overstraten menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda mewakili Kerajaan Belanda--bukan perusahaan swasta.

Itupun, Belanda tidak pernah menjajah dan menguasai wilayah Indonesia--yang kita kenal sekarang--sepenuhnya. Koloni yang disebut Hindia Belanda tidaklah permanen dalam jangka panjang dan penguasaanya tidak sepenuh Republik Indonesia menguasai teritorinya saat ini. Bengkulu (d/h Bencoolen), misalnya, dulu dikuasai Inggris, sementara Malaka (d/h Malacca) dikuasai Belanda. Lalu mereka berdua tukar guling. Pernah juga Hindia Belanda berada di bawah kekuasaan Perancis di bawah Gubernur Jenderal Daendels, karena negeri induknya, Belanda, diduduki Perancis. Tak lama sesudahnya, selama lima tahun, Hindia Belanda sempat diambil oper Inggris di bawah Sir Thomas Stamford Raffles.


Lain lagi dengan Kerajaan Mataram, kemudian pecah jadi Keraton Surakarta dan Yogyakarta, yang kemudian menjadi Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta setelah kemerdekaan. Kerajaan ini masih punya raja sendiri, tidak tunduk dan bertanggung jawab kepada Gubernur Jenderal dan Ratu/Raja Belanda, tetapi punya kontrak politik/ekonomi dengan Gubernur Jenderal. Sebagian wilayah kerajaan ini tidak pernah dikuasai sepenuhnya oleh Belanda sampai Indonesia merdeka.


Nah, jadi kapan berapa tahun sebenarnya Belanda menjajah Indonesia?
Indonesia, bukan sebagai wilayah geografis semata, sebagai entitas politik dan sebagai wilayah hukum, praktis baru lahir tanggal 18 Agustus 1945 dengan disahkannya UUD 1945. Oleh karenanya, sebetulnya, kalau kita mau teliti belajar sejarah, Belanda hanya menjajah Indonesia dari tanggal tersebut sampai 27 Desember 1949, ketika setelah melalui perjuangan diplomasi yang berat, Belanda akhirnya menyerahkan kedaulatan.


Kerajaan Belanda hanya menjajah Republik Indonesia selama 4 tahun lebih sedikit. Secara parsial, Papua (d/h Irian Barat) masih dijajah sampai bendera Belanda diturunkan tahun 1962.
Persoalan berapa tahun bangsa apa menjajah bangsa Indonesia sebetulnya tidak seberapa penting dibandingkan dengan persoalan kemanusiaan, pemerasan, perbudakan, penindasan, diskriminasi, rasisme, feodalisme, pengekangan kebebasan berpendapat/pers, dan pelanggaran HAM lainnya yang terjadi selama masa-masa kolonisasi dan monopoli perdagangan. Ini memang terjadi selama ratusan tahun.


Yang terpenting bagi kita adalah untuk cermat melihat apakah masih ada rasisme, penindasan, perbudakan, penghisapan, dan pemberangusan kebebasan berekspresi yang terjadi hari ini di negeri bernama Indonesia yang dulu dikenal sebagai Hindia Belanda. Apakah masih ada kecurangan, monopoli perdagangan, dan persaingan tidak sehat. Apakah kekerasan dan pendekatan militer masih digunakan untuk memenangkan kepentingan ekonomi segelintir orang. Apakah korupsi masih merajalela di kalangan elit seperti yang terjadi di tubuh VoC ratusan tahun yang lalu.


Hari ini tidak lagi relevan melihat penjajah sebagai bangsa asing yang datang dari jauh karena penguasa bisa menjajah bangsa--rakyat--nya sendiri di tanah mereka sendiri. Dan sebuah bangsa bisa mengirimkan tetangga atau saudaranya sendiri ke negeri yang jauh untuk kemudian dieksploitasi bahkan diperbudak. Dunia sudah menjadi satu kampung besar sehingga dalam hal kemanusiaan, asing atau lokal tidak lagi penting. Semuanya lokal. Planet bumi. Satu.


Lebih penting lagi, pertanyaannya bukan berapa ratus tahun kita dijajah. Tapi berapa ribu tahun ke depan kita akan terus membuka gerbang kemerdekaan lebih lebar.
Continue Reading →

Friday, February 10, 2012

Antara Benar dan Merasa Benar


Hari berganti kembali, semoga yang terlewat menjadi nasihat, dan kesempatan
yang diberi kembali menjadi bukti bahwa kita serius memperbaiki. Sungguh,
Bila kita telusuri, Setiap gerak, setiap sikap meninggalkan pelajaran,
andai diri sigap seharusnya setiap mentari pagi terbit semakin mendewasakan
diri.

Setiap kita selalu berusaha malakukan yang benar, namun siapakah diantara
kita yang berusaha menyesuaikannya dengan kebenaran ilahi.? Setiap kita
selalu mengaku siap melakukan kebenaran, namun siapakah yang siap menerima
teguran? Siapakah diantara kita yang lebih sibuk memperbaiki kekeliruan
daripada membenarkannya?

Siapa yang menyangka sebuah kekeliruan, Rasulullah SAW pun pernah
menilainya sebagai kebenaran, Ketika Rasulullah SAW fokus berdakwah kepada
bangsawan Quraisy, si miskin dan Buta Abdullah Bin Ummi Maktum datang ingin
bertanya terlihat seolah mengganggu, tabi'at kemanusiaannya pun terlihat
Beliau bermuka masam.

Namun saat Allah SWT menegur menurunkan surat 'abasa, tak sedikitpun Beliau
melakukan pembelaan meskipun memiliki alasan yang bisa
dipertanggungjawabkan.

Sungguh, Orang yang rugi bukan yang melakukan kekeliruan, tapi yang tidak
mendapat teguran, atau menolaknya dan tersinggung lalu memusuhinya.
Sahabat, Carilah teguran, jangan menghindarinya, have a nice day..
Continue Reading →