Sunday, November 20, 2011

Sejarah Pengkhianatan

“Lebih baik ditembak lawan daripada ditikam kawan sendiri”.

Sejarah tidak melulu soal pahlawan. Bentangan waktu mempertontonkan tragedi pengkhianatan demi pengkhianatan, terangkai menjadi satu alur cerita yang memilukan.

Beberapa waktu lalu tersiar kabar tewasnya Moammar Khadafi dengan tragis. Penguasa Libya selama lebih dar 32 tahun itu diarak dan dianiaya sebelum akhirnya mati ditembak di bagian kepala dan dadanya. Sungguh sayang pasukan yang mengklaim berasal dari negara paling demokratis itu tidak bisa membawa Khadafi ke meja hijau. Jasad Khdafi sempat ingin dibuang ke laut, sampai akhirnya NTC memutuskan memakamkan jasad Khadafi di tengah gurun yang lokasinya masih dirahasiakan dan mungkin untuk selamanya dirahasiakan.

Beberapa media mencoba memberi gambaran seputar kronologis kematian sang diktator. Ternyata sebelum Khadafi ditemukan pasukan NTC, pengawal pribadi Khadafi sempat membocorkan rahasia perihal lokasi keberadaan Khadafi, sehingga pasukan NTC yang notabene adalah rakyat sipil yang baru saja dipersenjatai alias tentara gadungan, bisa dengan mudah mengepung Khadafi.

Itu adalah sedikit cerita soal pengkhianatan. Banyak cerita pengkhianatan lainnya yang bisa kita temui, seperti kisah pengkhianatan Brutus pada Julius Cesar, Hatib Ibnu Balta’ah pada Rasulullah Muhammad, Judas Iscariot pada Jesus, Wang Jingwei pada Dr. Sun Yat Sen dsb. Seperti yang pernah dikatakan Sejarawan Dr. Kuntowijoyo “banyak kejadian di dunia ini hanyalah pararelisme dari kejadian yang pernah ada, dengan segala macam versi dan modifikasinya”.

Apakah semua pengkhianat adalah penjahat? Saya kira belum tentu, beberapa orang yang dilabeli sebagai pengkhianat, ternyata bukanlah penjahat yang sesungguhnya, seperti Tan Malaka yang pernah dicap ultra kiri, sindikalis, dan anti republik padahal ia peletak dasar konsepsi “Menuju Republik Indonesia”, bahkan sebelum Sumpah Pemuda, namun ironis ia justru tewas dibunuh tentara kodam Brawijaya. Begitu pula dengan Guy Fawkes, yang kisahnya diabadikan dalam film “V for Vendetta” yang menggambarkan perlawanannya kepada bangsawan Inggris karena terlalu tunduk pada pengaruh kerajaan Spanyol.

Pengkhianatan tidak saja bisa dilakukan terhadap negara, instansi, pemimpin, atau kawan, tapi juga terhadap diri sendiri. Berkhianat pada komitmen dengan negosiasi terselubung yang menciderai integritas, berkhianat pada janji yang disepakati bersama, dan menjauhkan diri dari idealisme yang pernah dipegangnya termasuk pengkhianatan terhadap diri sendiri. Semoga saya dan Anda tidak termasuk dalam kategori orang-orang yang gemar mengkhianati hati nurani.

Continue Reading →

Thursday, October 13, 2011

Tuhan dan Tukang Cukur


Suatu hari, ada seorang pria taat beribadah yang sedang melaksanakan ritual bulanannya: potong rambut..

Sudah menjadi kebiasaanya, sembari potong rambut ia mengajak ngobrol si tukang cukur. Tetapi hari ini justru si tukang cukurlah yang memulai pembicaraan dengan kalimat awal yang sangat menyentak:

"Sesungguhnya Tuhan itu gak ada lho mas!?", kata tukang cukur agak nyinyir

Tersentak sejenak, "Eh, maaf maksudnya apa pak?" jawab si pria taat.

"Iya, Tuhan tuh gak ada! buktinya kejahatan dan kemaksiatan ada dimana-mana, ketidakadilan, korupsi, pengrusakan alam, keserakahan, perang, pembunuhan..... Kalo ada Tuhan, mana mungkin hal itu terjadi, ya gak?", cecar tukang cukur.

Jegg.. Terhening... speechless , dalam hati, si pria taat ingin menjawab, ingin berargumen, menjelaskan perihal keyakinan. tetapi dia tau, untuk si tukang cukur, jawaban itu tidak akan memuaskan....

Aaarghhh!!!, kesalnya dalam hati. si pria taat terus berpikir sembari rambutnya terus dicukur. mencari jawaban....

proses cukur rambut pun selesai... dan si pria taat 'menyerah'. "buntu pikiranku", gumamnya dalam hati..

Dia bayar tukang cukurnya dan keluar dari barber shop dalam keadaan galau. "kesal..kesal.", bisiknya sembari keluar dari barber shop.

Di seberang jalan tak jauh dari barber shop, ia melihat seorang gelandangan dengan rambut gondrong, awut-awutan, kotor, tidak dirawat, pokoknya gak bersih deh. Sejenak dia tertegun....

Think!!! Aha!!!

Serentak, pria taat itu balik arah, menghambur masuk ke dalam barber shop.

Dengan antusias dia mengatakan, "Pak tukang cukur!! Yang gak ada tuh bukan Tuhan, tetapi tukang cukur!!"

Si tukang cukur terkaget dan bingung, "hah... maksudnya apa mas?!?"

"sini pak.." panggil si pria taat. "tuh liat, bapak-bapak gelandangan yang ada di seberang jalan. rambutnya awut-awutan, kotor, tidak terawat... itu kan bukti bahwa sesungguhnya gak ada tukang cukur di dunia ini..."

"Ealah.. si mas ini gimana sih, itu mah bukan tukang cukur yang gak ada", jawab tukung cukur dengan percaya diri. "Si gelandangan itu aja yang gak mau datang ke saya. Kalau dia datang dan meminta saya cukur... ya saya cukur. Nanti semua yang mas sebutkan, rambut kotor, lusuh, awut-awutan, akan segera saya ilangin"

"Nah, itu dia pak", sahut si pria taat girang.. "Kejahatan, korupsi, keserakahan, rampok, dan kejahatan lainnya, bukan jadi bukti kalau Tuhan itu gak ada... tetapi justru jadi bukti kalau manusia itu tidak mendekat ke Tuhan. kalau seluruh manusia mau mendekat ke Tuhan, insya Allah, semua yang bapak tadi sebutkan gak bakalan ada. sama kan kayak logika cukur bapak tadi. He...he...."

Si tukang cukur nyengir kecut. "oiyaya bener juga mas.. saya jadi percaya Tuhan itu ada".

"Dan Apabila Hamba-hamba KU Bertanya Kepadamu Tentang KU, Maka Sesungguhnya AKU DEKAT. AKU Kabulkan Permohonan Orang Yang Berdoa Apabila Dia Berdoa Kepada KU. Hendaklah Mereka Itu MEMENUHI PERINTAHKU & BERIMAN Kepada KU Agar Mereka MEMPEROLEH KEBENARAN"~(Al-Baqarah 2:186)
Continue Reading →

Tuesday, September 6, 2011

Sidak!

Pemberitaan mengenai PNS bolos di hari pertama kerja pasca libur lebaran adalah hal rutin tahunan. Sama polanya seperti berita arus mudik dan arus balik plus berita lebaran ala selebriti yang nongol di tv setiap tahun. Seperti biasa kantor saya kebagian diliput oleh beberapa stasiun tv swasta.

Pagi ini, dari sekitar 400 pegawai di kantor tempat saya bekerja ada lima orang yang belum hadir, artinya 98,75% pegawai masuk on time. Beberapa pegawai tidak masuk karena memang sudah mengantongi izin atau cuti. Data tersebut saya ketahui dari tayangan televisi pagi hari saat Sekretaris Kementerian kantor saya menjawab salah satu pertanyaan yang diajukan seorang presenter.

Namun yang menggelitik saya adalah ketika si presenter bertanya “Bagaimana bapak bisa tahu jumlah pegawai yang tidak masuk kerja?” Ketika mendengar pertanyaan itu saya asumsikan si presenter mengira bahwa ketika Sesmen ada di studio, artinya ia tidak mengatahui kondisi di kantornya. Mungkin dikiranya ada absen tanda tangan yang kemudian direkap siangnya dan baru dilaporkan sore harinya.

Perlu diketahui, mengenai absensi sudah banyak atau bahkan sebagian besar instansi pemerintahan sudah menggunakan sistem hand key/finger print. Jangankan tidak masuk, telat satu detik pun ketahuan dan langsung terpotong tunjangannya. Ketika sudah lewat jam masuk kerja (pukul 7.30) bagian kepegawaian atau yang menangani SDM sudah memiliki data presensi. Dengan demikian, petugas bisa melaporkan lewat sms, bbm, whatsapp, ym, atau via apapun ke smartphone/gadget pimpinannya secara real time.

Kemudian mengenai sidak sendiri saya tidak terlalu sepakat dengan pendekatan semacam ini. Sidak tidak efektif, hanya terkesan cari sensasi. Pimpinan instansi memang sudah seharusnya menerapkan aturan disiplin pegawai (sesuai PP 53/2010), kalau ada yang sesumbar "Saya akan bertindak tegas, kalau perlu saya akan pecat pegawai tersebut!" seperti kejadian di Cirebon, well.. semua udah ada aturannya pak, memberi atau tidak memberi sanksi, atau sanksi yang semacam apa sudah ada rambu-rambunya. 


Sidak juga tidak menyentuh persoalan utama birokrasi, pengawasan dan pengendalian mestinya sudah terlembaga dan berlangsung sepanjang tahun, tidak temporer di waktu tertentu saja. Pemimpin hebat adalah pemimpin yang bisa membuat pegawainya disiplin setiap hari dan menciptakan sistem kerja yang mendorong produktivitas, bukan sidak kesana-kemari.
Continue Reading →

Thursday, July 14, 2011

Pensiun Dini PNS


Beberapa waktu lalu Wamenkeu Anny Ratnawaty menyampaikan pada publik bahwa beban anggaran APBN untuk tunjangan hari tua PNS cukup berat, yaitu mencapai Rp. 59 Triliun rupiah. Kemudian beliau menggulirkan gagasan untuk diselenggarakannya pensiun dini bagi PNS. Sebenarnya wacana ini sudah lama ada, seperti halnya otonomi daerah dan reformasi birokrasi yang sudah menjadi diskursus sejak lama, namun baru bergulir beberapa tahun belakangan ini.

Memberlakukan kebijakan pensiun dini di kalangan PNS tentu tidak semudah seperti halnya yang terjadi pada perusahaan swasta atau BUMN. Sebagai contoh adalah PT Telkom. Pada tahun 2009 lalu saya melakukan penelitian mengenai program pensiun dini pada PT Telkom Divre II Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 20,5% pegawai yang berminat untuk pensiun dini. Mayoritas mereka berada pada rentang usia 41-50 Tahun, band posisi rendah (IV,V,dan VI) dengan latar belakang pendidikan SMA/DIII, serta berasal dari Divisi Infratel yang sebagian besar pekerjaannya di bidang teknis lapangan.

Hasil in depth interview memperlihatkan gambaran bahwa motivasi karyawan mengajukan pensiun dini adalah karena kompensasi yang menarik, selain itu juga karena ‘kariernya’ sudah mentok, dan merasa tidak mampu lagi mengikuti ritme transformasi perusahaan yang menuntut kreativitas, penguasaan bahasa asing, dan keterampilan teknologi informasi yang mumpuni.

Dari hasil penelitian tersebut, saya memperoleh gambaran, bahwa ‘lakunya’ pensiun dini di Telkom dikarenakan adanya semacam pra kondisi yang membuat karyawan yang kurang kompeten tidak bisa mengikuti mekanisme kerja yang berat dan kompetitif, kemudian menjadi tidak nyaman. Di sisi lain datang tawaran kompensasi yang cukup menggiurkan. Sekedar info, TDUK (Tarif Dasar Uang Kompensasi) pensiun dini berkisar Rp. 209.330.000 – Rp. 1.028.500.000 dan tahun 2009 lalu rata-rata kompensasi yang diterima pegawai yang mengajukan pensiun dini sebesar 726 juta rupiah.

Bagaimana dengan PNS? Tentu berat mengimplementasikan program pensiun dini pada dunia birokrasi. Aspirasi yang berkembang justru beberapa pegawai ingin batas usia pensiun ditambah, namun sayang peraturan membatasi sampai usia 56 tahun (PP 32/1979). Akhirnya mereka minta dikaryakan kembali, karena merasa belum siap dan dengan alasan masih memiliki anak yang bersekolah/kuliah, sehingga masih membutuhkan banyak biaya.

Secara kultur kerja pun belum ada kondisi yang mendesak seorang PNS untuk pensiun dini atau alih profesi. Dari faktor eksternal, peluang untuk start up bisnis pun dinilai terlalu beresiko. Akhirnya ‘stabilitas’ adalah alasan sebagian besar PNS untuk bertahan dan mungkin sudah menjadi tujuan sejak awal.

Pensiun dini pada institusi pemerintahan sebenarnya bisa saja terjadi jika reformasi birokrasi benar-benar telah terlaksana. Iklim kerja yang semakin profesional akan menjadi mekanisme seleksi alami. Dalam membuat TDUK pun lebih mudah, karena lembaga yang telah reform pasti memiliki grade tunjangan kinerja yang disesuaikan dengan posisi masing-masing pegawai.

Continue Reading →

Sunday, June 5, 2011

Mega Typo


Pernah suatu ketika, saat baru bangun dari tidur saya nulis tweet seperti ini:
bagaimana bisa kau hadir di mimpiku, padahal tak sedetikpun kutindu dirimu..

Itu adalah kutipan lirik lagunya The Groove yang judulnya “khayalan”. Tapi saya salah ketik, entah karena terburu-buru atau nyawa baru kumpul 50%, yang seharusnya kurindu jadi kutindu. Maklum, di papan qwerty huruf R dan T letaknya deketan. Sebenernya sih, dengan nalar sederhana orang pasti tahu maksudnya adalah kurindu bukan kutindu, apalagi kutinju! Jelas gak cocok dengan susunan kata yang ngebentuk kalimat tersebut.

Nah, itulah yang disebut typo (Typographical Error), definisi gampangnya adalah salah ketik. Jika kita salah ketik saat update status di facebook atau twitter, mungkin risikonya dijadikan bahan ledekan teman-teman. Tapi kalau salah ketiknya di surat kabar atau surat resmi kenegaraan? Bisa-bisa kita dianggap tidak profesional dan membuat orang salah paham.

Coba bayangkan jika ada surat yang semestinya berbunyi:

“Berhubung kami kurang dapat memahami nota dinas saudara tempo hari. Maka kami mohon penjelasan lebih lanjut..”

Menjadi:

“Berhubung kami kutang dapat memahami nota dinas saudara tempo hari. Maka kami mohon penjelasan lebih lanjut..”

WOOOI.. SEJAK KAPAN KUTANG DAPAT MEMAHAMI NOTA DINAS!!!

Fatal kan?
Typo juga bukan hanya soal salah menempatkan huruf, tapi juga penulisan yang tidak sesuai EYD atau memakai istilah yang keliru, contoh:

“Ibunda Sammy Iklaskan Anaknya Dipenjara” ☛ ikhlaskan
“Satpol PP Di Hadang Massa di Pasar Barito, Kebayoran Baru” ☛ Dihadang
“Digeber Nonstop 70 Jam, CBR 250cc Raih MURI” ☛ Museum diraih? Harus ada sisipan “Rekor”

Dan peristiwa mega typo baru-baru ini ialah saat redaksi TV One menulis “SBY PERINTAHKAN PENJEMBUTAN NAZARUDDIN” *__*
Kenapa saya sebut mega typo? Perhatikan keyboard qwerty anda, betapa jauh letak huruf P dengan B. Hmmh.. mungkin si penulis lagi ngantuk atau bengong jorok kali yah..
Continue Reading →

Saturday, June 4, 2011

Bahaya Permisivisme

Satu kata “reformasi” bisa memiliki banyak makna, tergantung siapa yang coba menafsirkannya. Reformasi identik dengan suatu perubahan (change), namun perubahan yang memiliki arah (vision) dan membawa manfaat (benefit), jika perubahan tersebut tidak membawa perbaikan, maka tidak layak disebut reformasi.

Pasca Reformasi 1998 pemerintah segera bergegas membenahi sisitem politik, hukum, dan perekonomian. Fase awal reformasi ini pun menunjukkan gejala perbaikan, sistem politik lebih demokratis, HAM ditegakkan, industri kreatif menggeliat, pertumbuhan ekonomi signifikan, serta pendapatan perkapita yang makin meningkat dari tahun ke tahun.

Meski demikian, era baru ini bukanlah tanpa ekses, dan mayoritas pencipta efek samping ini ialah pihak-pihak yang menganggap era reformasi ini ialah zaman serba boleh. Mereka larut dalam efuforia kebebasan, tidak ingin diatur dan dibatasi. Budaya permisif inilah yang melahirkan fenomena kebablasan di berbagai bidang.


Bidang Politik dan Otonomi Daerah
 
Terlalu banyaknya partai politik saat ini membuat sistem presidensial tidak efektif, kemudian berimbas pada tidak stabilnya roda pemerintahan. Pendirian parpol ini pun terlihat semata-mata hanya untuk mencari materi dan kepentingan politik, bukan pencerahan dalam proses demokratisasi. Atas dasar kemajemukan masyarakat Indonesia dan kebebasan berserikat, ide penyederhanaan parpol terus ditolak, padahal politik aliran yang ada di Indonesia dari dulu hanya itu-itu saja, tidak ada yang benar-benar baru.

Dalam hal otonomi daerah, kita berpegang pada UU No.32 Tahun 2004 sebagai payung hukum, walaupun masih memiliki berbagai kekurangan, yakni terlalu dominannya kewenangan dan kekuasaan DPRD, dan lemahnya kewenangan dan kekuasaan Gubernur, serta tidak kuatnya hirarki antara Gubernur dengan Bupati/Walikota yang berdampak pada lahirnya raja kecil di setiap daerah kabupaten/kota di Indonesia. Gubernur tidak bisa memerintah Bupati dan Walikota tertentu untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, karena memang menurut UU, Gubernur yang merupakan perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah hanya memiliki kewenangan untuk membina, mengawasi dan mengkoordindir pemerintah Kabupaten/Kota (Ps.38 (1) UU 32/2004).

Sistem tersebut banyak melahirkan raja-raja kecil yang sulit diatur dan tidak becus mengelola daerahnya secara optimal. Sejak reformasi, Indonesia memiliki 7 provinsi, 164 kabupaten dan 34 Kota baru hasil pemekaran, namun ironisnya 80% daerah baru tersebut dinyatakan gagal menyelenggarakan pemerintahan, bahkan hasil temuan BPK menyebutkan telah terjadi kebangkrutan keuangan daerah.

Bidang Pertahanan dan Keamanan

 
Tentu kita masih ingat dengan gembong teroris kualitas impor bernama Noordin M. Top dan Dr. Azhari yang telah merancang sejumlah pemboman di bumi pertiwi ini. A.M. Hendropriyono pernah mengutarakan bahwa teroris bisa eksis terus lantaran di sini habitatnya memang memungkinkan, masyarakat kita permisif sekali, sehingga teroris leluasa bergerak tanpa dicurigai.

Selain isu terorisme, saya juga menilai beberapa konflik yang melibatkan ormas yang membawa panji agama atau suku juga cenderung dibiarkan oleh aparat penegak hukum. Tentu alasannya adalah HAM dan terlalu sensitif jika ditindak keras. Contoh kasus sudah begitu banyak, seperti kasus Blowfish yang membawa nuansa kedaerahan (Flores dan Ambon), padahal itu masalah rebutan penguasaan lahan parkir genk John Kei dengan Hercules. Juga ricuh Kembang Latar vs FBR di Rempoa beberapa waktu lalu.

Bidang Tata Pemerintahan

 
Di penghujung tahun 2010 lalu, pemerintah menerbitkan Perpres No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025. Adapun area perubahan yang menjadi tujuan reformasi birokrasi yang tercantum dalam Perpres tersebut ialah perubahan dalam bidang organisasi, tata laksana, peraturan-perundang-undangan, SDM aparatur, pengawasan, akuntabilitas, pelayanan publik, dan pola pikir serta budaya kerja.

Saat ini Indonesia memiliki 34 Kementerian, 28 LPNK (Lembaga Pemerintah Non Kementerian), dan 88 LNS (Lembaga Non Struktural). Pada bidang organisasi, kita berharap terwujudnya lembaga pemerintahan yang tepat fungsi dan tepat ukuran (right sizing). Meski demikian, yang terjadi justru sebaliknya, jauh panggang dari api. Struktur lembaga pemerintah terlalu tambun, lembaga baru yang memiliki kemiripan fungsi pun terus direstui untuk berdiri. Maka, terjadilah inflasi kelembagaan yang membuat birokrasi semrawut, tumpang tindih, dan menghabiskan banyak anggaran.

Bidang Media

 
Dari berbagai sumber disebutkan bahwa selama 32 tahun era orde baru berdiri 289 media cetak, enam stasiun televisi dan 740 radio. Setahun pasca reformasi jumlah media cetak melonjak menjadi 1.687 penerbitan atau bertambah enam kali lipat. Bahkan media ‘esek-esek’ pun tidak ketinggalan memanfaatkan momentum ini.


Menurut anggota Dewan Pers Wikrama Iryans Abidin, melonjaknya jumlah media massa pasca reformasi tidak bisa dilepaskan dari proses liberalisasi pers yang ditandai dengan dihapuskannya SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers). Dari segi SDM, insan pers dinilai mengalami degradasi kualitas. Hal ini tercermin dari sekitar 40 ribu wartawan Indonesia hanya 20% atau sekitar 8.000 orang saja yang paham dengan Kode Etik Jurnalistik dan UU No. 40/1999 tentang Pers.

Ini menunjukkan bahwa untuk mendirikan media pers saat ini tidaklah sulit, masuk ke profesi wartawan pun begitu longgar. Pers saat ini seakan kehilangan tujuannya, hujat sana, hujat sini, dan sering kali membawa kepentingan pemilik media, bukan kepentingan masyarakat luas. Ketika coba dikritik atau digugat terkait pemberitaan yang berlebihan atau bahkan fitnah, pastilah mereka akan menuding balik, kita tidak pro pada kebebasan pers.


***

Kita boleh saja dendam dengan gaya otoritarian era Orba, tapi bukan berarti membuang habis nilai-nilai yang ada pada zaman tersebut. Keamanan yang terjamin, keserempakan gerak langkah pusat-daerah, program KB dan iklim investasi yang kondusif adalah beberapa hal yang masih relevan untuk dipertahankan. Di sinilah tantangannya, bagaimana kita menjaga keseimbangan antara kebebasan dengan keteraturan dengan selaras.

Cukup sudah rasanya kita membiarkan daerah-daerah terus membelah diri bagai amoeba, parpol terus menjamur, lembaga tidak jelas fungsinya menggrogoti keuangan negara, media asal ngoceh tanpa data yang valid merajalela, dan ormas berbasis agama atau kedaerahan beralih fungsi menjadi penegak hukum jalanan. Negara liberal manapun punya kede etik dan bisa bertindak tegas sesuai konstitusi, karena demokrasi hanyalah alat bukan tujuan.
Continue Reading →

Saturday, March 19, 2011

Diskriminasi Toilet


Kata “kebutuhan” identik dengan sesuatu hal yang perlu kita dapat/ terima, misalkan kebutuhan akan pangan, pakaian, atau keamanan. Namun ada beberapa kebutuhan yang bermakna memberi atau melepaskan sesuatu, misalkan kebutuhan berbagi cerita agar hati plong, kebutuhan memberi materi sebagai ungkapan rasa syukur, dan yang pasti kebutuhan membuang ‘hajat’.


Urusan buang air merupakan hal yang sangat prinsipil buat saya. Sebagai manusia beradab tentu urusan yang satu ini tidak bisa dilakukan di sembarang tempat. Di sinilah arti penting toilet, kualitas kebersihan dan kenyamanannya mencerminkan seberapa beradab masyarakat tersebut.

Namun sayangnya di demokrasi seperti ini masih saja ada diskriminasi, termasuk dalam hal pertoiletan. Beberapa hari yang lalu saya berkunjung ke FIB UI untuk suatu keperluan. Saya tidak begitu paham tata ruang daerah ini, dan saat melintas di gedung V tiba-tiba ada panggilan alam yang tiada bisa ditolak, serta-merta saja saya ingin memasuki gedung tersebut untuk cari toilet. Belum sampai membuka pintu, tiba-tiba dua orang satpam menghadang.

Satpam  : “Mau ke mana mas?”
Awe       : ”Mau ke toilet pak”
Satpam  : “Ini gedung dosen, cari tempat lain aja”
Awe       : “Aduh pak, tapi saya udah kebelet nih”
Satpam  : “Gini aja, mas ke gedung IV atau gedung VI, Kalau gedung IV mas bisa lewat taman itu, terus belok kanan, nah kalo gedung VI blablabla .........”
WOOOY GUA UDAH GAK TAHAAAN !!!

Akhirnya saya tetap masuk gedung itu dan berhasil ‘setoran’ dengan selamat sentosa. Ternyata benar di pintu toilet gedung itu pun ada tulisan “Toilet Khusus Dosen”. Omaigaat! Penyakit sosial macam apa ini? Apakah di tempat lain ada “Toilet Khusus Direktur”, “Toilet Khusus Menteri”, “Toilet Khusus Dokter” dan sebangsanya.
Dari kejadian itu saya coba mengasalisis kenapa hal semacam itu bisa terjadi, berikut hasilnya:

1. Budaya Feodal. Diskriminisasi kelas sosial menjalar sampai ke urusan buang hajat.
2. Arogansi. Pejabat bersangkutan sengaja tidak mau ‘berbagi’ ruang dengan pekerja lain yang beda level. Ia ingin diperlakukan secara khusus.
3. Penjilat. Inisiatif bisa datang dari pihak pengelola gedung atau bagian infrastruktur dengan cara memanjakan atasannya.
4. Keterbatasan jumlah toilet. Bisa jadi instansi yang bersangkutan hanya punya sedikit toilet, hingga toilet pimpinan harus diproteksi sedemikian rupa.


Berikut analisis sederhana non ilmiah saya perihal diskriminasi toilet.
Nah, sudahkah anda buang hajat secara teratur dan nyaman hari ini? :)


Continue Reading →

Friday, February 11, 2011

Alanda dan Kasus Century


Alanda Kariza terperanjat tatkala Jaksa Penuntut Umum menuntut ibundanya kurungan 10 tahun penjara dan denda 10 milyar rupiah. Dalam blognya Alanda menumpahkan rasa kecewanya. Ia merasa ada yang janggal dan tidak adil dalam proses persidangan ibunya tersebut.

Sang ibu, Arga Tirta Kirana merupakan kepala Divisi Legal Bank Century (2005-2009). Ia dinilai turut memuluskan pencairan kredit dengan dokumen palsu, namun Arga menilai bahwa kewenangan pemberian kredit ada pada Divisi SKPK (Setlement Kredit dan Pelaporan Kredit).

Pada prinsipnya setiap pekerjaan yang dilakukan Arga hanyalah menuruti perintah atasannya, Robert Tantular. Belakangan baru diketahui bahwa ternyata Robert Tantular yang membawa kabur uang tersebut. Namun bagaimana bisa Robert Tantular yang jelas-jelas koruptornya divonis 4 tahun penjara, bahkan Super Gayus hanya 7 tahun penjara, sedangkan ibunya yang notabene hanya menjalankan perintah atasan tanpa mendapat keuntungan apapun dituntut jauh lebih berat?

Tumbal! Setiap perkara besar menuntut penuntasan yang setimpal, menghukum pelaku kejahatan seberatnya kemudian dipublish ke media, masyarakat puas, pemerintahan aman. Masalahnya kasus Century adalah komoditas politik yang ruwet, atau sebenarnya sederhana tapi dibuat rumit. Yang salah bisa diproteksi dan yang bersih bisa dipersalahkan. Begitulah ketika politik kotor mengkooptasi sistem hukum yang lemah.


"Even if I have to let Indonesian Youth Conference go, even if I have to work hard 24/7 to live without having to ask for allowances from my mother… I’m willing to do so.

I just want her to stay with me… instead of behind those scary bars. I just want her to witness everything that I will achieve in the future".

-Alanda-

Continue Reading →

Wednesday, February 2, 2011

Stealing from The Past


Siapa yang gak tau produk-produk Apple yang dikenal canggih nan elegan. Bahkan mungkin di antara kita adalah pengguna iPod, iMac, atau iPad. Tapi tau gak, kalo ternyata ide-ide produk Apple yang menawan itu tidaklah orisini! Nah lho, kok bisa? Tenang..tenang.. maksud saya di sini bukanlah penjiplakan produk yang seratus persen sama. Namun lebih kepada terinspirasi dari desain produk yang telah ada sebelumnya. Produknya siapa yang ditiru?


Ternyata e ternyata produk yang dirilis Apple sekilas mirip dengan produk Braun. Adalah Dieter Rams yang mendesain produk-produk Braun tersebut. Braun merupakan perusahaan consumer goods yang bermarkas di Kronberg, Jerman. Produk Braun banyak ditiru oleh perusahaan lain, baik dari corak warnanya, material yang digunakan, maupun postur dasar produknya.

Beberapa produk Braun yang pernah jaya di tahun 1960-an ini mirip dengan produk Apple, diantaranya ialah:
radio saku Braun dengan iPod, televisi Braun dengan Power Mac G5, sound system Braun dengan iPod Hi-Fi, lalu speaker Braun dengan iMac.

Meski demikian, Rams tidak pernah keberatan mengenai produknya yang ‘dimiripi’ Apple. Rams justru memuji Apple yang masih menganut prinsip desain yang jujur, fungsional, dan sederhana. Sejalan dengan Rams, Jonathan Ive yang merupakan Vice President of Industrial Design di Apple juga mengakui bahwa produk Apple memang dijaga agar tetap steril, bebas dari segala hal yang kompleks dan merumitkan.

Dari kisah ini kita bisa belajar mengenai ‘stealing from the past’. Bagaimana membuat produk dengan mengulang dari yang telah ada di masa lau, tentu dengan modifikasi dan penyesuaian konteks sesuai zamannya. Kegiatan kopi-mengkopi inspirasi ini akan terus terjadi, tidak hanya pada urusan desain produk, tapi juga di bidang kehidupan lainnya. Itulah gunanya kita belajar sejarah.

Btw, ada yang kepikiran gak sih, kalo upaya Aburizal Bakrie dengan kekuatan bisnisnya mengkooptasi PSSI melalui Nurdin Halid itu adalah sebuah strategi politik. Meraih simpati publik melalui sepak bola, layaknya Silvio Berlusconi dengan AC Milan-nya di Italia :) Who Knows??

Terinspirasi dari artikel majalah Concept edisi #40

Continue Reading →

Friday, January 14, 2011

Black Swan


Film ber-genre psychological thriller movie ini sungguh memikat. Seperti yang kita tahu, semua orang punya sisi gelap dan terang yang saling mencoba mendominasi dalam satu tubuh. Nina (Natalie Portman) punya sisi terang yang lebih dominan, namun saat dalam keadaan terancam, sisi gelap Nina mulai muncul.


Menurut saya sendiri, musuh yang paling sulit ditaklukan di dunia ini ialah hawa nafsu diri kita sendiri, dan makhluk paling menakutkan di dunia ini ialah halusinasi diri kita sendiri. Nah, apakah Nina sudah siap berhadapan dengan sisi gelap yang selama ini tidak pernah ia ketahui?

Seperti juga Erica (Barbara Hershey), ibu Nina adalah seorang penari balet yang berbakat. Seluruh hidup Nina didedikasikan pada tari balet dan ia hampir tak punya waktu untuk melakukan aktivitas lain. Saat Thomas Leroy (Vincent Cassel), sutradara pementasan tari balet, memutuskan untuk mencari bakat baru untuk pementasan Swan Lake, dan Nina adalah alternatif utama.

Sayangnya, di saat yang sama Nina juga menghadapi kompetisi dari seorang penari bernama Lily (Mila Kunis) yang juga punya peluang menjadi karakter utama dalam Swan Lake. Tokoh utama Swan Lake harus mampu memerankan karakter yang lugu dan anggun namun sekaligus sensual. Nina mampu memerankan karakter yang lugu tapi saat harus tampil sensual, Lily sepertinya lebih pas. Karena tak ingin kesempatan ini diambil oleh Lily, Nina pun berusaha dengan segala cara untuk menggali sisi gelap dirinya yang tak pernah tersentuh.

Celakanya saat sisi gelap itu mulai muncul, Nina juga mulai menghadapi kesulitan mengendalikan sisi gelap ini. Ada satu titik dimana ia menjadi sangat ambisius dan hilang kendali. Portman berlatih secara intensif selama lebih dari setahun untuk memerankan Nina. Tetapi wanita kelahiran Israel 29 tahun silam, yang memiliki gelar dalam bidang psikologi dari Harvard, mengatakan bahwa karakter Nina menderita obsessive-compulsive disorder.

Sutradara Darren Aronofsky mengatakan ia terkejut dengan betapa sulitnya mendapatkan kepercayaan dari penari balet yang sesungguhnya dalam penelitiannya untuk film ini. Ia menambahkan, para penari balet sering kecewa dengan cara Hollywood menggambarkan dunia mereka, tetapi ia menjelaskan bahwa film "Black Swan" menghormati seni, sembari menjelajahi apa yang ada dalam pikiran seniman.

"Dunia balet sendiri sangat gelap dan gothic, misalnya cerita 'Sleeping Beauty,' 'Romeo and Juliet' dan, tentu saja, 'Swan Lake,'" ungkap Aranofsky.

Menurut Aranofsky, film ini sendiri bisa disebut Swan Lake. "Kami mengambil cerita dari dunia balet dan pada dasarnya mengambil semua karakter yang ada di sana: Rothbart, pangeran, ratu, dan diterjemahkan ke dalam karakter-karakter dalam film ini." Dan yang pasti, tambah Aranofsky, Black Swan menjabarkan tantangan dan kegelapan serta realita tentang sulitnya menjadi penari balet.

Semoga Anda dapat mengendalikan sisi gelap diri Anda…

Continue Reading →

Sunday, January 9, 2011

SKCK


Salah satu amunisi yang mesti dipersiapkan sebagai bekal nyari kerja adalah SKCK (Surat Keterangan Catatan Kepolisian). Nah gw ada cerita seru pas ngusrus SKCK di Polsek. Bermula dari tulisan gw di detik.com. Jadi waktu itu gw pengen memperpanajang SKCK yg habis masa waktunya. Sialnya si pulisi pernah baca kritikan gw di media tsb.
Gw     : "Pak saya mau memperpanjang SKCK"
Pulisi : "Mana fotocopy KTP, Pas photo, sama fotocopy SKCK yang lama?"
Gw     : "ini pak, udah saya siapin” *senyum mantap, kayaknya proses bakal lancar nih*
Pulisi : "Sebentar saya ketik dulu di form yang baru” sesaat kemudian.. “Eh kamu dulu pernah nulis di media soal pungutan uang di Polsek ini ya?"
Gw     : "egh.. iya pak..” *agak gugup gw jawabnya”
Pulisi : WOOOI.. NIH DIA NI ORANG YANG NULIS DI INTERNET WAKTU ITU..!!

Serta-merta aja sekumpulan pulisi masuk ke ruang itu. Perasaan gw mulai gak enak. Ya Allah lindungilah hambamu yang soleh dan lugu ini ya Allaah..
“Anak siapa sih kamu?” “Posisi rumah dimana?” “Kerja jadi wartawan?” “Jangan kira kami takut yah!” “Komandan udah tau semua ini, dia aja gak masalah tuh” “Hati-hati kamu ya kalo nulis-nulis” bla bla bla … … … … … … … … … … … 

Serentetan omelan dan sumpah serapah itu pun gw terima dengan pasrah, cari aman lah pokoknya.

Akhirnya perpanjangan SKCK gw gak diproses, dan gw disuruh ke Polres yang notabene tempatnya lebih jauh. Ternyata oh ternyata ongkos pembuatan SKCK di Polres malah lebih mahal. Walaupun di loket ada tulisan sepuluh ribu, nyatanya gw dimintain tiga puluh ribu.
 

Hah,, kerja belom udah dipalakin sana-sini.. kutu kupret bener dah pelayanan publik negeri ini.

Continue Reading →

Wednesday, January 5, 2011

Kilas Balik 2010 & Resolusi 2011


Seakan gak mau kalah, gw pun ikutan bikin resolusi buat tahun ini. Kata pakdhe motivator, hidup akan lebih terarah kalo kita punya tujuan dan road map yang jelas. Sebelom cerita tentang resolusi 2011, gw mau share dikit beberapa moment yang begitu berkesan buat gw di sepanjang tahun 2010 yang lalu, apakah ituu? *nyengir kuda*


  • Di akhir Januari 2010 akhirnya saya lulus dari FISIP UI setelah 4,5 taun belajar dan bermain dengan nilai (agak) memuaskan. Pergulatan masa kuliah saya abadikan dalam kisah Catatan Akhir Kuliah.
  • Untuk pertama kalinya ikutan wisata kota tua bareng temen-temen kampus.
  • Akhirnya kerja beneran di konsultan internet marketing di Bintaro, setelah beberapa kali kerja serabutan dan magang. Masuk bulan April resign bulan Oktober.
  • Ditinggal sama Sri Mulyani ke Washington DC, halah! Doi mendahului saya bekerja di World Bank rupanya.
  • Ngebuatin film, atau lebih tepatnya nyusun foto & video untuk acara reuni SMA.
  • Di penghujung taun, saya lolos tes CPNS Menpan. Alhamdulillah..

Di taun ini pun saya punya resolusi. Walopun harapan bisa terlintas tiap saat, tapi agaknya ini waktu yang tepat untuk merumuskan, menetapkan, dan kemudian berikrar dalam hati untuk mewujudkannya. Gak percuma deh nonton Laskar Pelangi, this is my wish list in 2011:
  • Upgrading TOEFL score, with the hope that one day I get a postgraduate scholarship.
  • Be a good Government Employee, sekaligus mematahkan anggapan kalau pegawai negeri itu pemalas dan magabut.
  • Nambahin jumlah hafalan surat dan doa yang masih sedikit. Malu sama bocah TPA yang masih cilik-cilik tapi udah hafal Juz Amma.
  • Kepingin buat reuni SD & SMP.
  • Menambah berat badan biar gak kerempeng, rajin olah raga biar gak buncit, syukur-syukur bisa macho kayak Om Arnold Schwarzenegger hehe..
  • Kepingin beli ini-itu (wah, kalo yg ini daftarnya terlalu panjang, skip aja deh..).
  • Nambah koleksi buku, dan nulis blog secara rutin yang selama ini sering terbengkalai.
  • Gak lupa/sengaja ngelupa-lupain resolusi yg udah dibuat di awal tahun ;p
  • Itulah cuplikan singkat di 2010 dan beberapa harapan di 2011. Dengan mengucap bismillah perjuangan meraih impian di 2011 SIAP DIMULAI!!!
Continue Reading →