Thursday, December 31, 2015

Tentang Sheffield (1)


Sheffield. Suatu tempat yang sebelumnya sangat asing buat saya, namun di sanalah nantinya pengalaman baru dan kejutan-kejutan tak terlupakan akan terjadi.

Berawal pada akhir 2013, ketika itu saya mendapat tawaran untuk melanjutkan studi S2 ke luar negeri dari kantor tempat saya bekerja. Sebelum berangkat saya bersama kawan-kawan diberikan pelatihan bahasa, pengetahuan akademik dan kultural sebagai bekal di tempat studi nantinya. Selama pelatihan tersebut saya juga mempersiapkan segala keperluan administrasi keberangkatan dan dokumen-dokumen untuk mendaftar di universitas yang dituju.

Di akhir pelatihan saya mencoba tes TOEFL iBT dan IELTS, namun akhirnya hanya nilai IELTS aja yang saya pakai. Nilai IELTS saya overall 6.5 dan ada satu komponen yang hanya 5.5 (speaking). Dengan modal nilai IELTS segitu gak semua universitas yang tadinya saya incer bisa saya penuhi English requirement-nya. Awalnya saya pingin ke London atau New York, namun apa daya nilai tidak mencukupi.

Dalam memilih kampus, pilihan saya fokuskan ke dua negara di eropa, Inggris dan Belanda, alasannya karena dua negara tersebut memiliki reputasi sistem pendidikan yang sangat baik. Percaya gak? Oke deh saya ngaku, sebenernya ada maksud terselubung pingin euro trip ;D

Dari sekian aplikasi yang saya ajukan saya mendapat letter of acceptance dari empat kampus, dua di UK (Bradford dan Sheffield) dan dua lagi di Belanda (Twente dan ISS Den Haag). Akhirnya saya pilih ke Inggris, lagi-lagi dengan alasan yang sangat prinsipil, mau nonton dan ziarah ke stadion-stadion klub English Premiere League ;D

Opsi antara Bradford dan Sheffield cukup membingungkan, secara ranking Sheffield yang tergabung dalam Russel group, memiliki peringkat lebih baik dan program yang ditawarkan juga menarik atau menantang lebih tepatnya, Governance and Public Policy. Nah tapi program Master of Public Administration di Bradford kurikulumnya lebih nyambung sama studi S1 saya sebelumnya serta nyambung pula dengan core business tempat saya kerja, dan udah ada dua teman kantor yang berencana ke sana saat itu.

Pilihan akhirnya jatuh kepada Sheffield. Yes, I chose to challenge myself, walopun nanti ada masa di mana saya bener-bener babak belur. Lebih lengkapnya ada di tulisan Tentang Sheffield Part 2.

Secara besaran populasi, Sheffield merupakan kota terbesar ke-empat di Inggris setelah London, Birmingham, dan Leeds. Namun Sheffield kalah atraktif dari tetangganya Manchester atau bahkan Liverpool. Dahulu Sheffield dijuluki Stainless Steel City, karena merupakan sentra industri baja termasuk senjata sebelum akhirnya dibom oleh Jerman saat Perang Dunia. Kini Sheffield lebih dikenal karena pesona alamnya dan keramahan penduduknya menurut survey yang ada. Mungkin karena alasan itu lah, seorang kawan pernah bilang kalo Sheffield itu semacam Jogjanya UK.

Kalo temen-temen pernah baca Novel tetralogi Laskar Pelangi karangan Andrea Hirata, tentu pernah denger yang namanya desa Edensor. Ya, Edensor ada di countryside kota Sheffield. Sheffield memang daerah perbukitan dan tidak jauh dari sana ada taman nasional Peak District.


Nah itu dia sekilas tentang Sheffield, sekarang saatnya saya cerita tentang perjuangan bertahan hidup dalam artian perut maupun nasib akademik saat kuliah di Tentang Sheffield Part 2.
Continue Reading →