Saturday, March 19, 2011

Diskriminasi Toilet


Kata “kebutuhan” identik dengan sesuatu hal yang perlu kita dapat/ terima, misalkan kebutuhan akan pangan, pakaian, atau keamanan. Namun ada beberapa kebutuhan yang bermakna memberi atau melepaskan sesuatu, misalkan kebutuhan berbagi cerita agar hati plong, kebutuhan memberi materi sebagai ungkapan rasa syukur, dan yang pasti kebutuhan membuang ‘hajat’.


Urusan buang air merupakan hal yang sangat prinsipil buat saya. Sebagai manusia beradab tentu urusan yang satu ini tidak bisa dilakukan di sembarang tempat. Di sinilah arti penting toilet, kualitas kebersihan dan kenyamanannya mencerminkan seberapa beradab masyarakat tersebut.

Namun sayangnya di demokrasi seperti ini masih saja ada diskriminasi, termasuk dalam hal pertoiletan. Beberapa hari yang lalu saya berkunjung ke FIB UI untuk suatu keperluan. Saya tidak begitu paham tata ruang daerah ini, dan saat melintas di gedung V tiba-tiba ada panggilan alam yang tiada bisa ditolak, serta-merta saja saya ingin memasuki gedung tersebut untuk cari toilet. Belum sampai membuka pintu, tiba-tiba dua orang satpam menghadang.

Satpam  : “Mau ke mana mas?”
Awe       : ”Mau ke toilet pak”
Satpam  : “Ini gedung dosen, cari tempat lain aja”
Awe       : “Aduh pak, tapi saya udah kebelet nih”
Satpam  : “Gini aja, mas ke gedung IV atau gedung VI, Kalau gedung IV mas bisa lewat taman itu, terus belok kanan, nah kalo gedung VI blablabla .........”
WOOOY GUA UDAH GAK TAHAAAN !!!

Akhirnya saya tetap masuk gedung itu dan berhasil ‘setoran’ dengan selamat sentosa. Ternyata benar di pintu toilet gedung itu pun ada tulisan “Toilet Khusus Dosen”. Omaigaat! Penyakit sosial macam apa ini? Apakah di tempat lain ada “Toilet Khusus Direktur”, “Toilet Khusus Menteri”, “Toilet Khusus Dokter” dan sebangsanya.
Dari kejadian itu saya coba mengasalisis kenapa hal semacam itu bisa terjadi, berikut hasilnya:

1. Budaya Feodal. Diskriminisasi kelas sosial menjalar sampai ke urusan buang hajat.
2. Arogansi. Pejabat bersangkutan sengaja tidak mau ‘berbagi’ ruang dengan pekerja lain yang beda level. Ia ingin diperlakukan secara khusus.
3. Penjilat. Inisiatif bisa datang dari pihak pengelola gedung atau bagian infrastruktur dengan cara memanjakan atasannya.
4. Keterbatasan jumlah toilet. Bisa jadi instansi yang bersangkutan hanya punya sedikit toilet, hingga toilet pimpinan harus diproteksi sedemikian rupa.


Berikut analisis sederhana non ilmiah saya perihal diskriminasi toilet.
Nah, sudahkah anda buang hajat secara teratur dan nyaman hari ini? :)


Continue Reading →