Monday, November 14, 2016

Membaca Kisah Chairil Anwar



Beberapa hari yang lalu Tempo mengundang tokoh-tokoh nasional dan pekerja Seni seperti Agus Martowardojo, Luqman Hakim Saefuddin, Mira lesmana, dan Riri Riza untuk membacakan puisi di Museum Bank Indonesia. Acara bertajuk “Bung Ajo Bung!” tersebut merupakan peringatan Hari Pahlawan 10 November 2016.

“Bung Ajo Bung” merupakan salah satu slogan zaman perjuangan kemerdekaan yang digagas Chairil Anwar dan Angkatan 45. Pahlawan memang tidak harus identik dengan senapan dan bambu runcing, media perjuangan bisa melalui tulisan sebagaimana Founding Fathers kita pernah lakukan, pun demikian dengan Chairil Anwar dengan slogan dan sajak-sajaknya yang membakar semangat juang.

Bagaimana sebenarnya sosok Chairil Anwar?
Sjuman Djaya melalui buku yang berjudul “AKU” (yap, buku yang dibaca Rangga dan Cinta di film AADC) coba menggambarkan sosok Chairil Anwar.

Chairil lelaki berperawakan kurus, berambut ikal dengan mata merah cekung nan tajam, dan pembawaan yang selalu gelisah. Dalam sajaknya ia mengutuki dirinya sebagai “binatang jalang dari kumpulannya terbuang”, tapi ingin “hidup seribu tahun lagi” lalu, menjelang ajal ia berujar “hidup hanya menunda kekalahan, sebelum pada akhirnya kita menyerah”.

Pujangga legendaris kelahiran Medan 26 Juli 1922 itu awalnya kurang dianggap oleh kritikus di zamannya lantaran gaya bahasanya yang terlalu lugas dan kurang dihias, Chairil juga gemar membengkokan tata bahasa yang menurut eranya sudah baku dan lazim. ‘Kenakalan’ Chairil tidak hanya dalam gaya menulis namun juga gaya hidupnya. Konon, ia sering berkelana di gubuk-gubuk lokalisasi di kawasan Senen, meminjam sepeda kawannya tanpa bilang bahkan menggadaikan barang teman, numpang nginap dan makan sesukanya, mencuri barang nyonya Belanda, sampai pernah merobek lembaran-lembaran buku perpustakaan. Meski demikian ia sangat peduli terhadap perjuangan kemerdekaan, juga pribadi yang mudah dan luas pergaulannya termasuk kepada para pelukis seperti Affandi dan Sudjojono.

Masyarakat Indonesia barangkali tidak hanya familiar dengan sajak-sajaknya semisal Aku, Krawang-Bekasi, Diponegoro, atau Derai-derai Cemara, namun juga dengan slogan-slogan yang dibuat Chairil bersama kawan-kawannya seperti “Berjuang Sampai Titik Darah Penghabisan!”, “Ayo Bung Rebut Kembali!”, “Bung Ajo Bung!”, atau “Merdeka Atau Mati”! Kita juga barangkali akrab dengan penggalan larik pusinya yang sudah semacam aforisme seperti ““Sekali berarti, sudah itu mati”, “Nasib adalah kesunyian masing-masing”, “Mampus kau dikoyak-koyak sepi”, dan “Cinta adalah bahaya yang lekas jadi pudar”.

Belakangan saya juga baru tahu kalau Chairil satu sekolahan dengan Sutan Sjahrir yang masih saudaranya dan juga Amir Hamzah di SMP 1 Medan (dahulu bernama MULO), namun mereka berbeda angkatan. Masih di kota yang sama saat, HB Jasin bersekolah di HBS Medan. Chairil kecil walaupun masih sekolah SMP/MULO ia sudah rajin membaca buku-buku siswa SMA/HBS terutama mengenai sejarah, ekonomi, dan sastra. Hobinya nonton film atau biasa disebut “gambar idoep”. Malam-malam keluyuran tak peduli besok pagi sekolah, bahkan ia gadaikan barang neneknya demi nonton gambar idoep.

Karya pertamanya merupakan sajak pendek berjudul “Nenek” yang ia tulisakan di bungkus rokok Cap Tombak, tidak lama setelah neneknya wafat.

“Bukan kematianmu menusuk kalbu
Hanya kepergianmu menerima segala apa”.


Chairil Anwar rupanya tidak hanya piawai mengolah kata, ia juga mahir berbahasa Inggris, Jerman, dan Belanda. Kemampuan itu pula yang membawanya menjadi pegawai negeri di badan statistik, sebagai penerjemah. Gaji yang terbilang lumayan, 60 gulden per bulan, tidak lekas membuatnya betah, ia tidak bertahan lama dan kembali menjadi seniman bebas.

Akhirnya, sang bohemian mati muda (27 tahun) karena tifus dan disentri, pada tanggal 28 April 1949. Dalam catatan HB Jasin, semasa hidupnya Chairil telah membuat 96 tulisan (70 sajak, 4 sajak saduran, 10 sajak terjemahan, 6 prosa, 6 prosa terjemahan).

“Kita guyah lemah
Sekali tetak tentu rebah
Segala erang dan jeritan
Kita pendam dalam keseharian
Mari berdiri merentak
Diri-sekeliling kita bentak
Ini malam bulan akan menembus awan”.

Continue Reading →

Tuesday, June 21, 2016

Suatu Malam di Januari


Musim dingin mengusir matahari untuk lebih cepat pergi. Malam terasa panjang,dan aku masih terjaga hingga tengah malam. Dari jendela kamar, kulihat kemilau lampu jalan dan salju yang mencair. Suara riuh rendah orang asing kian meredup berganti deru angin Januari yang menusuk tulang.

Detak jam dinding terasa semakin kencang. Semakin kepejamkan mata, semakin berkelebat kenangan itu di kepala. Bayang wajahmu. Samar suaramu. Hangat dekapmu. Aku rindu.
Aku bergetar memeluk tubuh sendiri, meringkuk di balik selimut.

Persoalan-persoalan itu terus memburu sampai aku kehabisan nafas. Menjerat langkahku menemuimu. Rupanya kesombongan telah mengutuk diriku. Aku timpang tanpamu. 
Aku ingin kembali...



Brearley House 5E, Sheffield
Januari 2015
Continue Reading →

Thursday, December 31, 2015

Tentang Sheffield (1)


Sheffield. Suatu tempat yang sebelumnya sangat asing buat saya, namun di sanalah nantinya pengalaman baru dan kejutan-kejutan tak terlupakan akan terjadi.

Berawal pada akhir 2013, ketika itu saya mendapat tawaran untuk melanjutkan studi S2 ke luar negeri dari kantor tempat saya bekerja. Sebelum berangkat saya bersama kawan-kawan diberikan pelatihan bahasa, pengetahuan akademik dan kultural sebagai bekal di tempat studi nantinya. Selama pelatihan tersebut saya juga mempersiapkan segala keperluan administrasi keberangkatan dan dokumen-dokumen untuk mendaftar di universitas yang dituju.

Di akhir pelatihan saya mencoba tes TOEFL iBT dan IELTS, namun akhirnya hanya nilai IELTS aja yang saya pakai. Nilai IELTS saya overall 6.5 dan ada satu komponen yang hanya 5.5 (speaking). Dengan modal nilai IELTS segitu gak semua universitas yang tadinya saya incer bisa saya penuhi English requirement-nya. Awalnya saya pingin ke London atau New York, namun apa daya nilai tidak mencukupi.

Dalam memilih kampus, pilihan saya fokuskan ke dua negara di eropa, Inggris dan Belanda, alasannya karena dua negara tersebut memiliki reputasi sistem pendidikan yang sangat baik. Percaya gak? Oke deh saya ngaku, sebenernya ada maksud terselubung pingin euro trip ;D

Dari sekian aplikasi yang saya ajukan saya mendapat letter of acceptance dari empat kampus, dua di UK (Bradford dan Sheffield) dan dua lagi di Belanda (Twente dan ISS Den Haag). Akhirnya saya pilih ke Inggris, lagi-lagi dengan alasan yang sangat prinsipil, mau nonton dan ziarah ke stadion-stadion klub English Premiere League ;D

Opsi antara Bradford dan Sheffield cukup membingungkan, secara ranking Sheffield yang tergabung dalam Russel group, memiliki peringkat lebih baik dan program yang ditawarkan juga menarik atau menantang lebih tepatnya, Governance and Public Policy. Nah tapi program Master of Public Administration di Bradford kurikulumnya lebih nyambung sama studi S1 saya sebelumnya serta nyambung pula dengan core business tempat saya kerja, dan udah ada dua teman kantor yang berencana ke sana saat itu.

Pilihan akhirnya jatuh kepada Sheffield. Yes, I chose to challenge myself, walopun nanti ada masa di mana saya bener-bener babak belur. Lebih lengkapnya ada di tulisan Tentang Sheffield Part 2.

Secara besaran populasi, Sheffield merupakan kota terbesar ke-empat di Inggris setelah London, Birmingham, dan Leeds. Namun Sheffield kalah atraktif dari tetangganya Manchester atau bahkan Liverpool. Dahulu Sheffield dijuluki Stainless Steel City, karena merupakan sentra industri baja termasuk senjata sebelum akhirnya dibom oleh Jerman saat Perang Dunia. Kini Sheffield lebih dikenal karena pesona alamnya dan keramahan penduduknya menurut survey yang ada. Mungkin karena alasan itu lah, seorang kawan pernah bilang kalo Sheffield itu semacam Jogjanya UK.

Kalo temen-temen pernah baca Novel tetralogi Laskar Pelangi karangan Andrea Hirata, tentu pernah denger yang namanya desa Edensor. Ya, Edensor ada di countryside kota Sheffield. Sheffield memang daerah perbukitan dan tidak jauh dari sana ada taman nasional Peak District.


Nah itu dia sekilas tentang Sheffield, sekarang saatnya saya cerita tentang perjuangan bertahan hidup dalam artian perut maupun nasib akademik saat kuliah di Tentang Sheffield Part 2.
Continue Reading →

Wednesday, April 2, 2014

Yakin mau Golput?


"Bad politicians are sent to Washington by good people who don't vote"
~ William E. Simon

DPR periode 2009-2014 hanya mampu merampungkan UU sebanyak 15% dari target sejak 2009. UU yang dihasilkan pun banyak yang diajukan ke MK untuk diuji kembali dan banyak pihak yang menilai tidak pro rakyat. Selain itu DPR periode ini hobi mbolos, tapi rajin studi banding ke luar negeri (anggaran: 248,12 M). Itulah DPR produk pemilu legislatif 2009 dimana 37% rakyat Indonesia tidak menggunakan hak pilihnya alias golput.

Sayang rasanya kalau teman-teman yang educated dan punya akses informasi yang cukup tidak menggunakan hak pilih. Akhirnya tabulasi suara di KPU dipenuhi suara dari orang-orang yang memilih kandidat lantaran telah diberi 'amplop' atau paket sembako sebelum hari pemilihan.

So, upayakan untuk menggunakan hak pilih. Mungkin situasi yang dihadapi bukanlah memilih yang terbaik diantara yang baik/kompeten, tapi memilih mana yang paling mendingan diantara yang serba kekurangan bahkan geje.

Untuk menelusuri profil calon anggota legislatif maupun kandidat anggota DPD bisa akses:
jariungu.com
bersih2014.net
diasporamemilih.com (bagi yg ada di luar negeri)


"Some people want it to happen, some wish it would happen, others make it happen." 
~ Michael Jordan
Continue Reading →

Sunday, September 29, 2013

Pro Kontra Mobil Murah


Sesuai dengan rilis resmi dari Kemenperin, setidaknya ada lima tujuan diluncurkannya mobil murah/ LCGC (Low Cost and Green Car).

1. Mendorong pertumbuhan ekonomi.
2. Menyikapi Free Trade Area ASEAN dan Asia Timur 2015
3. Efisensi BBM
4. Membangun industri komponen
5. Pengembangan industri otomotif nasional.

Mari kita coba analisis satu per satu:

1. Mudahnya akses kepemilikan mobil diharapkan akan meningkatkan mobilitas dan aktivitas ekonomi juga investasi dan penyerapan tenaga kerja. Pertanyaannya, Apakah mobil murah ini adalah solusi utamanaya, bukankah peningkatan kualitas dan kuantitas infrastruktur adalah leverage yang paling pas? Kekhawatiran lainnya ialah mobil ini masih belum terjangkau dengan daya beli masayarakat di daerah seperti di Papua atau Flores, walaupun katanya murah dan ramah lingkungan harganya tetap berkisar 100 juta dan tetap mengeluarkan emisi gas buang karena ini bukan mobil listrik.

2. Pemerintah khawatir kalau tidak menggulirkan LCGC saat ini juga, kita akan keduluan negara asia lainnya, pasar Indonesia pun kebanjiran mobil impor. Pertanyaannya, Kalau orientasinya ekspor kenapa pasar lokal sudah memesan (indent) sebesar 20.000 unit?


3. Mobil ini ditujukan untuk kalangan menengah bawah dan bahan bakarnya menggunakan BBM Non subsidi. Pertanyaannya, siapa yang bisa menjamin semua mobil LCGC itu tidak akan mengisi premium, lha wong sekarang aja banyak mobil mewah pakai premium bersubsidi? Kemudian kalau segmentasinya untuk kalangan menengah bawah kenapa tidak boleh menikmati BBM bersubsidi, nah mbulet kan jadinya.
Alasan efisiensi juga kurang tepat, karena walaupun tidak memakai BBM bersubsidi, konsumsi BBM tentu akan melonjak seiring banyaknya mobil LCGC. Belum lagi kalau dikaitan dengan depresiasi rupiah saat ini yang salah satu sebabnya semakin besarnya selisih jumlah impor dengan ekspor kita, maka segala kebijakan yang akan mendorong impor (BBM) akan menggerus rupiah.

4. Peserta program LCGC disyaratkan untuk manufaktur mobil di dalam negeri serta menggunakan komponen otomotif buatan dalam negeri. Pertanyaannya, apakah perushaan multi nasional otomotif ujug-ujug percaya dan mau pakai seluruh komponen lokal? Infrastruktur industri komponen dalam negeri hampir seluruhnya dikuasai oleh pemilik asing. Industri pribumi lokal tidak bisa berkembang karena tidak mampu (atau dirancang supaya tidak mampu) masuk ke standard yang mereka tetapkan. Industri dalam negeri didorong untuk masuk ke supplier lapisan kedua (second tier supplier), dalam second tier supplier nilai tambah dari engineering sangat rendah sehingga sulit menjadi besar.

5. Dalam PP No. 41/2013 disebutkan, bahwa LCGC memperoleh potongan PPnBM, dari 10% menjadi 0% bila memenuhi persyaratan konsumsi BBM dan pembuatan mobil serta komponen di dalam negeri. Pertanyaannya, Apakah yang dimaksud industri mobil nasional? Membuat mobil merk lokal, atau merakit mobil merk asing di Indonesia? Menurut saya yang dimaksud mobil nasional adalah yang benar-benar dirintis oleh putera-puteri Indonesia semisal Esemka, bukan seperti mobil impor dari korea yang dinamakan Timor, bukan juga mobil asing yang dirakit di Indonesia.

Tentu maksud pemerintah sangat mulia, dan tulisan ini pun dimaksudkan untuk memberi pertimbangan agar kebijakan ini tidak menjadi backfire. Jangan sampai yang terjadi adalah kemacetan yang semakin parah di kota-kota besar, pencemaran lingkungan karena polusi udara, konsumsi BBM yang mendorong impor BBM berlebihan, dan manisnya pembangunan tidak merembes kepada masyarakat bawah sementara pebisnis asing manikmati huge profit gain.
Continue Reading →

Sunday, September 15, 2013

Neologisme ala Vicky Prasetyo





Beberapa hari terakhir media sosial heboh membicarakan Vicky, khususnya gaya bicaranya. Bermula dari sebuah video keterangan pers Vicky mengenai pertunangannya dengan artis dangdut Zascia Gotik yang menggunkan kalimat yang sulit dipahami.
Seperti:

"Di usiaku ini, twenty nine my age, aku masih merindukan apresiasi, karena basically, aku senang musik, walaupun kontroversi hati aku lebih menyudutkan kepada konspirasi kemakmuran yang kita pilih,"

"Kita belajar, harmonisisasi dari hal terkecil sampai terbesar. Aku pikir kita enggak boleh ego terhadap satu kepentingan dan kudeta apa yang kita menjadi keinginan."

"Dengan adanya hubungan ini, bukan mempertakut, bukan mempersuram statusisasi kemakmuran keluarga dia, tapi menjadi confident. Tapi kita harus bisa mensiasati kecerdasan itu untuk labil ekonomi kita tetap lebih baik."

atau saat ia berpidato di Pilkades Karang Asih:

"My name is Hendrianto. I'm froms the birthday in Karang Asih, Karang Asih City. I have to my mind, i have to my said, i'm get to the good everything," kata Vicky dengan bahasa inggris yang berapi-api.

"If wanna come to inpest, xxx (tidak jelas) come to place. America, Europe and everything Japanese and Asia, i'm ready fot the dewrrw," tambah pria yang kini mendekam di penjara karena kasus penipuan
"My name is Hendrianto. I'm froms the birthday in Karang Asih, Karang Asih City. I have to my mind, i have to my said, i'm get to the good everything,".

"If wanna come to infest, come to place. America, Europe and everything Japanese and Asia, i'm ready fot the dewrrw,".
"Di usiaku ini, twenty nine my age, aku masih merindukan apresiasi, karena basically, aku senang musik, walaupun kontroversi hati aku lebih menyudutkan kepada konspirasi kemakmuran yang kita pilih ya," kata Vicky.

"Kita belajar, apa ya, harmonisisasi dari hal terkecil sampai terbesar. Aku pikir kita enggak boleh ego terhadap satu kepentingan dan kudeta apa yang kita menjadi keinginan."

"Dengan adanya hubungan ini, bukan mempertakut, bukan mempersuram statusisasi kemakmuran keluarga dia, tapi menjadi confident. Tapi kita harus bisa mensiasati kecerdasan itu untuk labil ekonomi kita tetap lebih baik dan aku sangat bangga."
Dari pernyataan Vicky yang membuat kita bingung campur geli, saya mencoba mencari penjelasan ilmiahnya. Fenomena atau behavior/mind disorder macam apa ini?

Ada satu istilah yang namanya Neologism, di wikipedia didefinisikan:
"a newly coined term, word, or phrase, that may be in the process of entering common use, but has not yet been accepted into mainstream language. In psychiatry, the term neologism is used to describe the use of words that have meaning only to the person who uses them, independent of their common meaning, this tendency is considered normal in children, but in adults can be a symptom of psychopathy or a thought disorder".
Apakah yang dilakukan Vicky termasuk Neogolisme? kalian bisa coba nilai sendiri.

Beberapa orang memang suka bicara dengan menyisipkan banyak istilah kontemporer dan bahasa Inggris. Tidak jadi masalah kalau penggunaannya tepat dan tidak berlebihan, tapi kalau sebaliknya seperti yang dilakukan Vicky, itu justru akan mengaburkan makna.

Bukankah esensi dari komunikasi adalah tersampaikannya pesan kepada komunikan sesuai yang komunikator maksudkan? 

Pertanyaan berikutnya adalah mengapa banyak orang bertindak seperti itu? (sepengetahuan saya banyak dan sejauh ini Vicky adalah contoh paling ekstrim yang pernah saya temui), biar dianggap intelek? terpelajar? atau apa?

Menurut saya justru orang yang cerdas adalah orang yang mampu menjelaskan hal yang sangat kompleks sekalipun dengan cara dan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami orang lain.


"Di usiaku ini, twenty nine my age, aku masih merindukan apresiasi, karena basically, aku senang musik, walaupun kontroversi hati aku lebih menyudutkan kepada konspirasi kemakmuran yang kita pilih ya," kata Vicky.

"Kita belajar, apa ya, harmonisisasi dari hal terkecil sampai terbesar. Aku pikir kita enggak boleh ego terhadap satu kepentingan dan kudeta apa yang kita menjadi keinginan."

"Dengan adanya hubungan ini, bukan mempertakut, bukan mempersuram statusisasi kemakmuran keluarga dia, tapi menjadi confident. Tapi kita harus bisa mensiasati kecerdasan itu untuk labil ekonomi kita tetap lebih baik dan aku sangat bangga." - See more at: http://www.kabar24.com/showbiz/read/20130910/39/200106/muncul-video-kocak-vicky-prasetyo-pidato-pakai-bahasa-inggris-berantakan#sthash.ruLlfWFC.dpuf
Continue Reading →

Sunday, January 13, 2013

Di Atas Tanah Surga


Berita di media akhir-akhir ini didominasi berita soal belasan parpol yang gak lolos verifikasi faktual, tapi yang bikin heran kenapa mereka sebegitu ngotot dan marahnya sampai ngamuk-ngamuk di kantor KPU? Apa mereka sudah keluar modal begitu banyak untuk bisa turut serta dalam kontestasi pemilu?

Mungkin betul jalur politik melalui aktivitas kepartaian adalah cara paling ampuh (baca: instan) untuk bisa menuju tangga kekuasaan. Bahkan seorang kader yang partainya tidak lolos sampai berteriak-teriak:

“KAMI INGIN MENYEJAHTERAKAN RAKYAT! KPU TELAH MENCEDERAI NILAI DEMOKRASI NEGERI INI! KAMI INGIN BERKOTRIBUSI! KAMI AKAN ADUKAN PADA DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILU… bla..bla..bla..”

Namun entah kenapa, suara-suara itu di telinga saya tak ubahnya dengunngan pedagang kaki lima di pasar.

“SIAPA LAGI YANG MAU BELI! MUMPUNG ADA DISKON! KUALITAS SUPER! AYO-AYO KEBURU HABIS, BESOK HARGA NAIK! Bla..bla..bla..” #gombal

Berita yang gak kalah ngehits adalah bursa calon Menpora yang vakum sepeninggalan Andi Malarangeng yang menjadi tersangka dalam kasus Hambalang, dan kini sedang diusut KPK. Berbagai nama beredar dan yang diributkan bukanlah siapa yang paling kompeten dan paling berpengalaman di bidang kepemudaan dan olah raga, tapi para elit ribut soal jatah-jatahan, kepada siapa dan partai mana kursi tersebut akan diberikan.

Dan.. abrakadbra! Tiba-tiba Roy Suryo yang jadi Menpora baru.. Wow! Kenapa gak sekalian Agung Hercules aja yang jadi Menpora, padahal doi lebih manly dan atletis. Apa karena dia gak punya kumis tebal macam Foke, Timur Pradopo, Andi Malarangeng & Roy Suryo jadi gak pantas jadi pejabat Negara. Sungguh diskriminasi fisik yang kejam!

Sangat logis jika publik bertanya, mengapa harus si pemilik akun twitter @KRMTRoySuryo yang jadi Menpora, padahal kita tahu ybs lebih dikenal sebagai ‘pakar’ telematika yang sering menjadi rujukan wartawan mengenai kebenaran gambar bugil atau video mesum para artis.

Oiya, FYI KRMT itu artinya Kanjeng Raden Mas Tumenggung, tapi jangan tanya saya kenapa beliau bikin akun twitter dengan embel-embel gelar ningrat. Mungkin kalo saya keturunan ningrat, udah pergi haji dan punya gelar akademis banyak akun twitter saya berubah menjadi: @ProfDrHajiKRMTArifWidodoSSosMSi :D

“Jika suatu urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancurannya."

 (HR. Bukhari – 6015)

 

Bosen nonton berita yang itu-itu aja saya beralih nonton film, judulnya: “Tanah Surga... Katanya”. Kalau di berita televisi saya disuguhkan fenomena hiruk-pikuk perebutan kekuasaan di Jakarta, di film ini saya disuguhkan gambaran kehidupan WNI yang hidup di perbatasan. Kontras! Siapa pun yang pernah nonton film ini pasti terusik hati dan pikirannya, pun demikian dengan saya. Beragam pertanyaan bertubi-tubi mensesaki kepala:

Bagaimana menyejahterakan saudara-saudara sebangsa yang hidup di perbatasan?
Bagaimana mengurangi kesenjangan Pusat dan Daerah?
Bagaiamana cara supaya rupiah bisa mengganti ringgit sebagai alat tukar di sana?
Bagaimana memajukan pendidikan di sana, dengan guru yang secara kualitas dan kuantitas memadai?
Bagaimana cara supaya ada dokter yang mau buka praktik di sana, dan tersedia Puskesmas?
Bagaimana menanamkan rasa nasionalisme kepada mereka?
Bagaimana menciptakan infrastruktur yang bisa menunjang perekonomian di sana?
Bagaimana…? Bagaimana…? Bagaimana…? Bagaimana…? Bagaimana…?


Mungkin jawaban akan bermuara pada soal pendanaan, atau lebih klisenya tidak tersedia cukup dana membangun daerah pinggiran. Apa iya itu masalahnya?
Bagaimana jika dana PPID (Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah) tidak dikorupsi anggota dewan?
Bagaiaman kalau DAU dan DAK ditambah?
Bagaimana kalau tunjangan bagi PNS diperbatasan ditambah?
Bagaiamana kalau Pejabat Negara mau sedikit hidup lebih sederhana?
Bagaimana kalau pemborosan anggaran dan maraknya korupsi bisa dihentikan?

Bagaimana?

Kita memang hidup di tanah surga yang subur, tapi di atas tanah tersebut keadilan dan kehidupan sosialnya masih jauh dari aroma surgawi...

Continue Reading →

Saturday, December 1, 2012

Dari Hong Kong!!


“DARI HONG KOONG!!”.
Ketika ada sesuatu hal yang gak beres atau gak sesuai, kadang temen saya ada yang nyeletuk “ Dari Hong Kong”. Misalkan gw nanya
“Gimana persiapan acara buat besok, beres kan??”
“Hah, beres dari Hong Kong!!”.
Nah itu tandanya, persiapannya belom beres, bahkan masih berantakan, makannya dijawab dengan sewot “Beres dari Hong Kong!!”.

Entah apa sejarahnya kenapa kalo ada yang bersifat palsu atau gak beres dibilang dari Hong Kong, padahal Negara ex-kolonial Inggris ini lebih beres dan tertata dibanding Indonesia. Entah dosa apa yang diperbuat Hong Kong pada Indonesia padahal TKI kita di sana diperlakukan lebih manusiawi ketimbang Negara tujuan Ekspor TKI lainnya semisal Malaysia atau Arab Saudi.

TKI di Hong Kong
Bicara soal TKI di Hong Kong, saya beberapa kali ketemu dengan mereka, pertama pas sarapan dim sum di Tsim Sha Shui, kedua di Disneyland, dan ketiga di deket Ladies Market.

Saya sempet ngobrol-ngobrol dengan mbak Yanti, TKI asal Malang yang sudah bekerja 11 tahun di Hong Kong. Beliau mengaku kerasan, karena diupah secara wajar dan diperlakukan dengan baik, buktinya malam itu di Ladies Market dia diberi kebebasan untuk belanja dan bermain bersama teman-temannya. Setiap kemana-mana juga mereka diajak dan sering pula dibelikan baju atau oleh-oleh dari majikannya. Kalau minggu pagi mereka suka ngumpul di Victoria Park dengan berbagai macam aktivitas seperti arisan atau olah raga bareng.


Transportasi
Samapai di bandara HKIA (Hong Kong International Airport) kita disuguhkan dengan kereta/sub way yang menghubungkan antar terminal dan juga pelabuhan yang terintegrasi. Keluar dari HKIA pemandangan bukit-bukit nan indah siap menyapa. Orang Hong Kong bisa dibilang jagonya rekayasa alam, teknik sipilnya maju sekali. Bukit bisa ditembus diberi jalan, begitu juga laut dengan penghubung yang bukan hanya jembatan tapi juga jalanan bawah laut dan terintegrasi juga dengan kereta, pulau-pulau artificial juga banyak di sana.

Bus tingkat dan taxi merah kapasitas lima orang merupakan salah-satu landmark Negara Administratif Hong Kong. Mengenai plat kendaraan di sana saya masih bingung karena ada yang warna putih, item, kuning, bahkan plat depan dan belakang beda warna tapi sama nomernya. Mengenai nomor kendaraan pun ada yang pakai nama misalkan JON4THAN dll, wah variatif banget lah.

Kuliner
Banyak pilihan makanan di sini, namun tentunya saya cari yang tradisional khas setempat. Rata-rata restoran khas Chinese jarang menyediakan garpu tapi pake sumpit (yaiyalah kalo yang ini juga kalian pasti udah tau), dan berbagai alat makan porselen putih sebagai alat makannya. Yang paling saya suka adalah duck peking dan nasi goring ikan asin, yang lainnya kurang nyambung di lidah Indonesia saya, makannya kemana-mana saya bawa saos ABC haha.. tapi bener lho resto-resto di sana gak nyediain saos, paling adanya di hotel, itu juga cuma saos tomat. So.. buat temen-temen yang mau liburan di daerah asia timur jangan lupa bawa saos sambel supaya makananya lebih ‘berasa’ :D


Culture
Tertib, itulah kesan yang timbul ketika saya melihat orang-orang sabar mengantri taxi berbaris rapih, juga saat lampu merah buat menyebrang jalan, padahal lebar jalan cuma lima meter dan sepi, gak ada polantas yang mengawasi pula. Namun kondisi toilet umum di sini kurang cocok buat orang Indonesia, karena ceboknya pake tisu gak ada selang air, urinoir di sana pun pakai leser jadi suka gak pas keluar airnya kalo kita ingin bilas. Hal ini buat yang muslim tentu agak bermasalah, mengingat ada konsep thaharah dimana sebelum beribadah hendaknya bersuci dengan air dan yakin terbebas dari najis atau hadast. Untuk mobile toilet saya gak saranin buat menggunakannya karena jorok. Pesan Moral: siap sedia selalu tisu basah.

Pemukiman
Di sana ada ungkapan “orang yang punya genting, berarti orang kaya”.Ya, karena harga tanah di sana luar biasa mahal, sebagian besar warganya tinggal di apartemen/rusun. Di sana pun ada semacam slum area dimana rusun kumuh nan jorok berkumpul. Di ruas-ruas jalan di sana kalau saya perhatikan sebagaian besar media iklan semisal baliho dll, didominasi produk kecantikan atau fashion dan memang orang-orang di sini terutama wanitanya keranjingan belanja. Bandingkan dengan Jakarta, kebanyakan media iklan baliho, reklame dikuasai iklan rokok, provider telfon selular, atau kampanye parpol/tokoh untuk pencitraan :D

Continue Reading →

Thursday, April 26, 2012

Siap Sedia Selalu Uang Tunai

Beberapa hari yang lalu di perjalanan pulang dari kantor ke rumah, gw mampir ke tukang sate, maklum perut dah gak bisa diajak kompromi nih.

“Bu, pesen sate ayamnya satu porsi” sebenernya pengen nambah kalimat “cepetan ya bu, dah laper nih” tapi gak mungkin lah, cukup di dalam hati aja.

Dengan lahap gw libas tuh sate. Sampe keringetan euy..
Pas buka dompet *astaghfirullah tinggal GOCENG duit gw, mikir sejenak dan keringat dingin pun berdesir lebih deras dari keringat orang kekenyangan sebelumnya.

Kebetulan di seberang jalan ada AlfaMart, seinget gw bisa tarik tunai di sana. Gw pun pura-pura beli minum dan segera ke AlfaMart.

“Mba, di sini bisa tarik tunai pake kartu debit BCA gak?”
“Bisa mas, tapi harus belanja dulu”
“Oke, gakpapa mba”. Gw ambil satu minuman botol dan langsung balik ke kasir.
“Ini, mba belanjaan saya”
“Wah, belanjanya mesti di atas tiga puluh ribu mas.”
“Oh gitu ya, yaudah saya tambahin deh belanjaannya”

Pas udah bolak-balik gitu mba-mba AlfaMartnya bilang: “Maaf, mas mesin debetnya ternyata rusak, maaf ya” *_*

Gw, balik ke tukang sate, pengunjung makin ramai. Gak ada jalan lain gw harus cari ATM. Gw pun memberanikan diri buat ngomong sama si ibu penjual sate untuk ninggalin tempat buat nyari ATM.

“Egh.. Bu,, uang tunai saya gak cukup, saya mau ke ATM dulu”. Suara gw pelan.

“Apah? Gak kedengeran!” si ibu yang sepertinya kebrisikan oleh suara kendaraan lalu-lalang dan riuh pengunjung.

Dengan terpaksa gw lantangkan suara.

“BU, UANG CASH SAYA GAK CUKUP BUAT BAYAR SATE, SAYA CARI ATM DULU YA..”

Si ibu penjual sate terdiam, pengunjung juga terdiam, hening sejenak.. Tak ada jawaban, si ibu memilih terus ngipas-ngipas satenya.

Gw pun segera meluncur.. akhirnya nemu ATM juga, kra-kira 3 Km dari TKP. Dan senyum ibu si penjual sate kembali merekah setelah gw bayar LUNAS!!
Continue Reading →

Monday, April 2, 2012

Keberadaan Wamen (in)konstitusional


Hingga kini, keberadaan wakil menteri masih diperdebatkan. Bermula dari LSM Gerakan Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (GN-PK), melalui ketuanya Adi Warman mengajukan judicial review mengenai materi UU Kementerian Negara. Perkara ini masuk ke MK dengan Register Perkara No. 79/PUU-IX/2011. Pada tanggal 1 Desember 2011 telah dilakukan pemeriksaan pendahuluan dan tanggal 4 Januari 2011 telah memasuki Acara Mendengarkan Keterangan Pemerintah, DPR, dan Saksi/Ahli dari Pemohon dan Pemerintah.

Pemohon meminta Mahkamah agar menyatakan Pasal 10 UU Kementerian Negara yang berbunyi, “Dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, Presiden dapat mengangkat Wakil Menteri pada Kementerian tertentu” bertentangan dengan Pasal 17 UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dengan segala akibat hukumnya.

Lebih lanjut kuasa Pemohon, Arifsyah menuturkan bahwa Pasal 51 Perpres Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara menyatakan, “Susunan organisasi Kementerian yang menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 terdiri atas unsur: a. pemimpin, yaitu Menteri; b. pembantu pemimpin, yaitu Sekretariat Kementerian; c. pelaksana, yaitu Deputi Kementerian; dan d. pengawas, yaitu Inspektorat Kementerian”. Di sana memang belum menyebutkan peran dan fungsi wakil menteri, sebagaimana juga dengan posisi Staf Ahli karena yang diterangkan ialah unsur organisasi. Meski demikian, bukan berarti posisi mereka dinafikan, melainkan dijelaskan pada bab terpisah.

Sebelumnya 19 Oktober 2011 lalu Presiden SBY melantik 13 wakil menteri. Tidak seperti Perpres 47/2009, Perpres mengenai perubahannya (76/2011) yang disahkan tanggal 13 Oktober tidak mengharuskan seorang wakil menteri telah menduduki jabatan struktural eselon I.a. namun tetap harus diisi oleh pejabat karier. Mengacu pada UU 43/1999 Tentang Pokok-pokok Kepegawaian definisi Jabatan Karier adalah jabatan dalam lingkungan birokrasi pemerintah yang hanya dapat diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil atau Pegawai Negeri yang telah beralih status sebagai Pegawai Negeri Sipil. Kemudian, Posisi Wamen juga diperkuat dengan Perpres 92/2011 yang menyebutkan secara rinci nomenklaturnya di masing-masing kementerian.

Menurut Prof. Amzulian Rifai, diungkitnya jabatan wakil menteri lebih karena alasan politis, bukan semata-mata dikarenakan persoalan yuridis. Secara yuridis, wakil menteri memiiliki legitimasi. Ia semestinya dipandang sebagai jabatan yang diisi pejabat karier, baik berasal dari pejabat struktural maupun fungsional.

Dalam perspektif hukum tata negara, sekalipun jabatan wakil menteri tidak diatur, baik dalam UUD 1945 maupun peraturan perundang-undangan lain, Presiden sebagai kepala pemerintahan tetap memiliki kewenangan untuk mengadakannya, sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Ayat (1) UUD 1945.

Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, posisi wakil menteri pernah diadakan. Tidak seharusnya kewenangan konstitusional Presiden tersebut diintervensi oleh cabang kekuasaan lain, termasuk oleh kekuasaan yudisial. Atas dasar ini, langkah Presiden SBY mengangkat para wakil menteri sudah sesuai dengan ketentuan. Bahwa jumlahnya ter-kesan "diobral", itu soal lain.

Dari berbagai perspektif tersebut kemudian muncul pertanyaan, nilai manakah yang mesti dikedepankan. Apakah nilai keadilan, kepastian hukum, atau nilai kegunaan. Ketiganya merupakan nilai dasar hukum, namun masing-masing nilai mempunyai tuntutan berbeda satu sama lain, sehingga ketiganya memiliki potensi untuk saling bertentangan dan menyebabkan adanya ketegangan antara ketiga nilai tersebut (spannungsverhältnis). Kini kita tunggu saja apa keputusan MK dan atas pertimbangan apa memutus perkara tersebut.
Continue Reading →

Monday, March 26, 2012

Berapa Lama Sebenarnya Indonesia Dijajah?


Berapa lama sebenarnya Indonesia dijajah Belanda? Tiga Setengah abad? Ya, telinga kita terlanjur familiar mendengar bahwa bangsa ini dijajah 3,5 abad lamanya, tapi apa benar?

Ucapan Bung Karno “Indonesia dijajah selama 350 tahun” menurut saya hanya dimaksudkan untuk membangkitkan semangat patriotisme di masa perang kemerdekaan. Ada lagi ucapan “Lebih menderita dijajah Jepang selama 3,5 tahun dari pada dijajah Belanda 3,5 abad”, rangkaiannya kata berima 3,5 ini mudah diingat dan kemudian menjadi pembenaran.

Dijajah 350 tahun, kalau dihitung mundur dari tahun 1945, artinya kita dijajah Belanda mulai 1595.
Benarkah Indonesia mulai dijajah Belanda pada tahun itu?

Yang terjadi tahun 1595 sebetulnya bukan penjajahan, melainkan Cornelis de Houtman mendarat di Banten untuk berdagang. Cornelis de Houtman adalah kapten kapal berbendera Belanda pertama yang tercatat mendarat di Indonesia. Dia tidak membawa tentara. Kalau penjajahan atau kolonisasi dimaksudkan sebagai penguasaan (politik dan militer) suatu teritori oleh orang-orang dari luar wilayah tersebut, maka tentu saja rombongan de Houtman tidak melakukannya.

Sekalipun de Houtman melakukan penjajahan, bukan semata-mata berdagang, di tahun 1595 tentu saja yang dijajah bukan Indonesia. Indonesia, bahkan nama itu, belum pernah ditulis orang pada tahun 1595.

Sebutan "Indonesia" sendiri baru dibuat tahun 255 tahun sesudah de Houtman menginjakkan kakinya di Indonesia. Indonesia pertamakali didefinisikan pada 1850 oleh seorang etnolog Inggris bernama James Richardson Logan dan kemudian nama itu dipopulerkan oleh Adolf Bastian, lebih dari 30 tahun kemudian.

Verenigde Oost-Indische Compagnie (VoC) boleh dibilang mulai menjajah beberapa wilayah di Nusantara tahun 1610. VoC memaksakan monopoli perdagangan, membangun benteng, dan menunjuk Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Tetapi, pernyataan Belanda menjajah Indonesia sejak 1610 juga salah di dua tempat. Bukan hanya karena Indonesia belum ada, juga karena VoC hanyalah sebuah kongsi dagang, atau, dalam dialek lokal disebut kumpeni. VoC bukanlah Negeri Belanda.

Wilayah di Nusantara baru resmi menjadi koloni Negeri Belanda setelah VoC bangkrut karena korupsi. Bisa dihitung sejak tahun 1796 ketika Pieter Gerardus van Overstraten menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda mewakili Kerajaan Belanda--bukan perusahaan swasta.

Itupun, Belanda tidak pernah menjajah dan menguasai wilayah Indonesia--yang kita kenal sekarang--sepenuhnya. Koloni yang disebut Hindia Belanda tidaklah permanen dalam jangka panjang dan penguasaanya tidak sepenuh Republik Indonesia menguasai teritorinya saat ini. Bengkulu (d/h Bencoolen), misalnya, dulu dikuasai Inggris, sementara Malaka (d/h Malacca) dikuasai Belanda. Lalu mereka berdua tukar guling. Pernah juga Hindia Belanda berada di bawah kekuasaan Perancis di bawah Gubernur Jenderal Daendels, karena negeri induknya, Belanda, diduduki Perancis. Tak lama sesudahnya, selama lima tahun, Hindia Belanda sempat diambil oper Inggris di bawah Sir Thomas Stamford Raffles.


Lain lagi dengan Kerajaan Mataram, kemudian pecah jadi Keraton Surakarta dan Yogyakarta, yang kemudian menjadi Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta setelah kemerdekaan. Kerajaan ini masih punya raja sendiri, tidak tunduk dan bertanggung jawab kepada Gubernur Jenderal dan Ratu/Raja Belanda, tetapi punya kontrak politik/ekonomi dengan Gubernur Jenderal. Sebagian wilayah kerajaan ini tidak pernah dikuasai sepenuhnya oleh Belanda sampai Indonesia merdeka.


Nah, jadi kapan berapa tahun sebenarnya Belanda menjajah Indonesia?
Indonesia, bukan sebagai wilayah geografis semata, sebagai entitas politik dan sebagai wilayah hukum, praktis baru lahir tanggal 18 Agustus 1945 dengan disahkannya UUD 1945. Oleh karenanya, sebetulnya, kalau kita mau teliti belajar sejarah, Belanda hanya menjajah Indonesia dari tanggal tersebut sampai 27 Desember 1949, ketika setelah melalui perjuangan diplomasi yang berat, Belanda akhirnya menyerahkan kedaulatan.


Kerajaan Belanda hanya menjajah Republik Indonesia selama 4 tahun lebih sedikit. Secara parsial, Papua (d/h Irian Barat) masih dijajah sampai bendera Belanda diturunkan tahun 1962.
Persoalan berapa tahun bangsa apa menjajah bangsa Indonesia sebetulnya tidak seberapa penting dibandingkan dengan persoalan kemanusiaan, pemerasan, perbudakan, penindasan, diskriminasi, rasisme, feodalisme, pengekangan kebebasan berpendapat/pers, dan pelanggaran HAM lainnya yang terjadi selama masa-masa kolonisasi dan monopoli perdagangan. Ini memang terjadi selama ratusan tahun.


Yang terpenting bagi kita adalah untuk cermat melihat apakah masih ada rasisme, penindasan, perbudakan, penghisapan, dan pemberangusan kebebasan berekspresi yang terjadi hari ini di negeri bernama Indonesia yang dulu dikenal sebagai Hindia Belanda. Apakah masih ada kecurangan, monopoli perdagangan, dan persaingan tidak sehat. Apakah kekerasan dan pendekatan militer masih digunakan untuk memenangkan kepentingan ekonomi segelintir orang. Apakah korupsi masih merajalela di kalangan elit seperti yang terjadi di tubuh VoC ratusan tahun yang lalu.


Hari ini tidak lagi relevan melihat penjajah sebagai bangsa asing yang datang dari jauh karena penguasa bisa menjajah bangsa--rakyat--nya sendiri di tanah mereka sendiri. Dan sebuah bangsa bisa mengirimkan tetangga atau saudaranya sendiri ke negeri yang jauh untuk kemudian dieksploitasi bahkan diperbudak. Dunia sudah menjadi satu kampung besar sehingga dalam hal kemanusiaan, asing atau lokal tidak lagi penting. Semuanya lokal. Planet bumi. Satu.


Lebih penting lagi, pertanyaannya bukan berapa ratus tahun kita dijajah. Tapi berapa ribu tahun ke depan kita akan terus membuka gerbang kemerdekaan lebih lebar.
Continue Reading →

Friday, February 10, 2012

Antara Benar dan Merasa Benar


Hari berganti kembali, semoga yang terlewat menjadi nasihat, dan kesempatan
yang diberi kembali menjadi bukti bahwa kita serius memperbaiki. Sungguh,
Bila kita telusuri, Setiap gerak, setiap sikap meninggalkan pelajaran,
andai diri sigap seharusnya setiap mentari pagi terbit semakin mendewasakan
diri.

Setiap kita selalu berusaha malakukan yang benar, namun siapakah diantara
kita yang berusaha menyesuaikannya dengan kebenaran ilahi.? Setiap kita
selalu mengaku siap melakukan kebenaran, namun siapakah yang siap menerima
teguran? Siapakah diantara kita yang lebih sibuk memperbaiki kekeliruan
daripada membenarkannya?

Siapa yang menyangka sebuah kekeliruan, Rasulullah SAW pun pernah
menilainya sebagai kebenaran, Ketika Rasulullah SAW fokus berdakwah kepada
bangsawan Quraisy, si miskin dan Buta Abdullah Bin Ummi Maktum datang ingin
bertanya terlihat seolah mengganggu, tabi'at kemanusiaannya pun terlihat
Beliau bermuka masam.

Namun saat Allah SWT menegur menurunkan surat 'abasa, tak sedikitpun Beliau
melakukan pembelaan meskipun memiliki alasan yang bisa
dipertanggungjawabkan.

Sungguh, Orang yang rugi bukan yang melakukan kekeliruan, tapi yang tidak
mendapat teguran, atau menolaknya dan tersinggung lalu memusuhinya.
Sahabat, Carilah teguran, jangan menghindarinya, have a nice day..
Continue Reading →

Sunday, November 20, 2011

Sejarah Pengkhianatan

“Lebih baik ditembak lawan daripada ditikam kawan sendiri”.

Sejarah tidak melulu soal pahlawan. Bentangan waktu mempertontonkan tragedi pengkhianatan demi pengkhianatan, terangkai menjadi satu alur cerita yang memilukan.

Beberapa waktu lalu tersiar kabar tewasnya Moammar Khadafi dengan tragis. Penguasa Libya selama lebih dar 32 tahun itu diarak dan dianiaya sebelum akhirnya mati ditembak di bagian kepala dan dadanya. Sungguh sayang pasukan yang mengklaim berasal dari negara paling demokratis itu tidak bisa membawa Khadafi ke meja hijau. Jasad Khdafi sempat ingin dibuang ke laut, sampai akhirnya NTC memutuskan memakamkan jasad Khadafi di tengah gurun yang lokasinya masih dirahasiakan dan mungkin untuk selamanya dirahasiakan.

Beberapa media mencoba memberi gambaran seputar kronologis kematian sang diktator. Ternyata sebelum Khadafi ditemukan pasukan NTC, pengawal pribadi Khadafi sempat membocorkan rahasia perihal lokasi keberadaan Khadafi, sehingga pasukan NTC yang notabene adalah rakyat sipil yang baru saja dipersenjatai alias tentara gadungan, bisa dengan mudah mengepung Khadafi.

Itu adalah sedikit cerita soal pengkhianatan. Banyak cerita pengkhianatan lainnya yang bisa kita temui, seperti kisah pengkhianatan Brutus pada Julius Cesar, Hatib Ibnu Balta’ah pada Rasulullah Muhammad, Judas Iscariot pada Jesus, Wang Jingwei pada Dr. Sun Yat Sen dsb. Seperti yang pernah dikatakan Sejarawan Dr. Kuntowijoyo “banyak kejadian di dunia ini hanyalah pararelisme dari kejadian yang pernah ada, dengan segala macam versi dan modifikasinya”.

Apakah semua pengkhianat adalah penjahat? Saya kira belum tentu, beberapa orang yang dilabeli sebagai pengkhianat, ternyata bukanlah penjahat yang sesungguhnya, seperti Tan Malaka yang pernah dicap ultra kiri, sindikalis, dan anti republik padahal ia peletak dasar konsepsi “Menuju Republik Indonesia”, bahkan sebelum Sumpah Pemuda, namun ironis ia justru tewas dibunuh tentara kodam Brawijaya. Begitu pula dengan Guy Fawkes, yang kisahnya diabadikan dalam film “V for Vendetta” yang menggambarkan perlawanannya kepada bangsawan Inggris karena terlalu tunduk pada pengaruh kerajaan Spanyol.

Pengkhianatan tidak saja bisa dilakukan terhadap negara, instansi, pemimpin, atau kawan, tapi juga terhadap diri sendiri. Berkhianat pada komitmen dengan negosiasi terselubung yang menciderai integritas, berkhianat pada janji yang disepakati bersama, dan menjauhkan diri dari idealisme yang pernah dipegangnya termasuk pengkhianatan terhadap diri sendiri. Semoga saya dan Anda tidak termasuk dalam kategori orang-orang yang gemar mengkhianati hati nurani.

Continue Reading →

Thursday, October 13, 2011

Tuhan dan Tukang Cukur


Suatu hari, ada seorang pria taat beribadah yang sedang melaksanakan ritual bulanannya: potong rambut..

Sudah menjadi kebiasaanya, sembari potong rambut ia mengajak ngobrol si tukang cukur. Tetapi hari ini justru si tukang cukurlah yang memulai pembicaraan dengan kalimat awal yang sangat menyentak:

"Sesungguhnya Tuhan itu gak ada lho mas!?", kata tukang cukur agak nyinyir

Tersentak sejenak, "Eh, maaf maksudnya apa pak?" jawab si pria taat.

"Iya, Tuhan tuh gak ada! buktinya kejahatan dan kemaksiatan ada dimana-mana, ketidakadilan, korupsi, pengrusakan alam, keserakahan, perang, pembunuhan..... Kalo ada Tuhan, mana mungkin hal itu terjadi, ya gak?", cecar tukang cukur.

Jegg.. Terhening... speechless , dalam hati, si pria taat ingin menjawab, ingin berargumen, menjelaskan perihal keyakinan. tetapi dia tau, untuk si tukang cukur, jawaban itu tidak akan memuaskan....

Aaarghhh!!!, kesalnya dalam hati. si pria taat terus berpikir sembari rambutnya terus dicukur. mencari jawaban....

proses cukur rambut pun selesai... dan si pria taat 'menyerah'. "buntu pikiranku", gumamnya dalam hati..

Dia bayar tukang cukurnya dan keluar dari barber shop dalam keadaan galau. "kesal..kesal.", bisiknya sembari keluar dari barber shop.

Di seberang jalan tak jauh dari barber shop, ia melihat seorang gelandangan dengan rambut gondrong, awut-awutan, kotor, tidak dirawat, pokoknya gak bersih deh. Sejenak dia tertegun....

Think!!! Aha!!!

Serentak, pria taat itu balik arah, menghambur masuk ke dalam barber shop.

Dengan antusias dia mengatakan, "Pak tukang cukur!! Yang gak ada tuh bukan Tuhan, tetapi tukang cukur!!"

Si tukang cukur terkaget dan bingung, "hah... maksudnya apa mas?!?"

"sini pak.." panggil si pria taat. "tuh liat, bapak-bapak gelandangan yang ada di seberang jalan. rambutnya awut-awutan, kotor, tidak terawat... itu kan bukti bahwa sesungguhnya gak ada tukang cukur di dunia ini..."

"Ealah.. si mas ini gimana sih, itu mah bukan tukang cukur yang gak ada", jawab tukung cukur dengan percaya diri. "Si gelandangan itu aja yang gak mau datang ke saya. Kalau dia datang dan meminta saya cukur... ya saya cukur. Nanti semua yang mas sebutkan, rambut kotor, lusuh, awut-awutan, akan segera saya ilangin"

"Nah, itu dia pak", sahut si pria taat girang.. "Kejahatan, korupsi, keserakahan, rampok, dan kejahatan lainnya, bukan jadi bukti kalau Tuhan itu gak ada... tetapi justru jadi bukti kalau manusia itu tidak mendekat ke Tuhan. kalau seluruh manusia mau mendekat ke Tuhan, insya Allah, semua yang bapak tadi sebutkan gak bakalan ada. sama kan kayak logika cukur bapak tadi. He...he...."

Si tukang cukur nyengir kecut. "oiyaya bener juga mas.. saya jadi percaya Tuhan itu ada".

"Dan Apabila Hamba-hamba KU Bertanya Kepadamu Tentang KU, Maka Sesungguhnya AKU DEKAT. AKU Kabulkan Permohonan Orang Yang Berdoa Apabila Dia Berdoa Kepada KU. Hendaklah Mereka Itu MEMENUHI PERINTAHKU & BERIMAN Kepada KU Agar Mereka MEMPEROLEH KEBENARAN"~(Al-Baqarah 2:186)
Continue Reading →

Tuesday, September 6, 2011

Sidak!

Pemberitaan mengenai PNS bolos di hari pertama kerja pasca libur lebaran adalah hal rutin tahunan. Sama polanya seperti berita arus mudik dan arus balik plus berita lebaran ala selebriti yang nongol di tv setiap tahun. Seperti biasa kantor saya kebagian diliput oleh beberapa stasiun tv swasta.

Pagi ini, dari sekitar 400 pegawai di kantor tempat saya bekerja ada lima orang yang belum hadir, artinya 98,75% pegawai masuk on time. Beberapa pegawai tidak masuk karena memang sudah mengantongi izin atau cuti. Data tersebut saya ketahui dari tayangan televisi pagi hari saat Sekretaris Kementerian kantor saya menjawab salah satu pertanyaan yang diajukan seorang presenter.

Namun yang menggelitik saya adalah ketika si presenter bertanya “Bagaimana bapak bisa tahu jumlah pegawai yang tidak masuk kerja?” Ketika mendengar pertanyaan itu saya asumsikan si presenter mengira bahwa ketika Sesmen ada di studio, artinya ia tidak mengatahui kondisi di kantornya. Mungkin dikiranya ada absen tanda tangan yang kemudian direkap siangnya dan baru dilaporkan sore harinya.

Perlu diketahui, mengenai absensi sudah banyak atau bahkan sebagian besar instansi pemerintahan sudah menggunakan sistem hand key/finger print. Jangankan tidak masuk, telat satu detik pun ketahuan dan langsung terpotong tunjangannya. Ketika sudah lewat jam masuk kerja (pukul 7.30) bagian kepegawaian atau yang menangani SDM sudah memiliki data presensi. Dengan demikian, petugas bisa melaporkan lewat sms, bbm, whatsapp, ym, atau via apapun ke smartphone/gadget pimpinannya secara real time.

Kemudian mengenai sidak sendiri saya tidak terlalu sepakat dengan pendekatan semacam ini. Sidak tidak efektif, hanya terkesan cari sensasi. Pimpinan instansi memang sudah seharusnya menerapkan aturan disiplin pegawai (sesuai PP 53/2010), kalau ada yang sesumbar "Saya akan bertindak tegas, kalau perlu saya akan pecat pegawai tersebut!" seperti kejadian di Cirebon, well.. semua udah ada aturannya pak, memberi atau tidak memberi sanksi, atau sanksi yang semacam apa sudah ada rambu-rambunya. 


Sidak juga tidak menyentuh persoalan utama birokrasi, pengawasan dan pengendalian mestinya sudah terlembaga dan berlangsung sepanjang tahun, tidak temporer di waktu tertentu saja. Pemimpin hebat adalah pemimpin yang bisa membuat pegawainya disiplin setiap hari dan menciptakan sistem kerja yang mendorong produktivitas, bukan sidak kesana-kemari.
Continue Reading →

Thursday, July 14, 2011

Pensiun Dini PNS


Beberapa waktu lalu Wamenkeu Anny Ratnawaty menyampaikan pada publik bahwa beban anggaran APBN untuk tunjangan hari tua PNS cukup berat, yaitu mencapai Rp. 59 Triliun rupiah. Kemudian beliau menggulirkan gagasan untuk diselenggarakannya pensiun dini bagi PNS. Sebenarnya wacana ini sudah lama ada, seperti halnya otonomi daerah dan reformasi birokrasi yang sudah menjadi diskursus sejak lama, namun baru bergulir beberapa tahun belakangan ini.

Memberlakukan kebijakan pensiun dini di kalangan PNS tentu tidak semudah seperti halnya yang terjadi pada perusahaan swasta atau BUMN. Sebagai contoh adalah PT Telkom. Pada tahun 2009 lalu saya melakukan penelitian mengenai program pensiun dini pada PT Telkom Divre II Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 20,5% pegawai yang berminat untuk pensiun dini. Mayoritas mereka berada pada rentang usia 41-50 Tahun, band posisi rendah (IV,V,dan VI) dengan latar belakang pendidikan SMA/DIII, serta berasal dari Divisi Infratel yang sebagian besar pekerjaannya di bidang teknis lapangan.

Hasil in depth interview memperlihatkan gambaran bahwa motivasi karyawan mengajukan pensiun dini adalah karena kompensasi yang menarik, selain itu juga karena ‘kariernya’ sudah mentok, dan merasa tidak mampu lagi mengikuti ritme transformasi perusahaan yang menuntut kreativitas, penguasaan bahasa asing, dan keterampilan teknologi informasi yang mumpuni.

Dari hasil penelitian tersebut, saya memperoleh gambaran, bahwa ‘lakunya’ pensiun dini di Telkom dikarenakan adanya semacam pra kondisi yang membuat karyawan yang kurang kompeten tidak bisa mengikuti mekanisme kerja yang berat dan kompetitif, kemudian menjadi tidak nyaman. Di sisi lain datang tawaran kompensasi yang cukup menggiurkan. Sekedar info, TDUK (Tarif Dasar Uang Kompensasi) pensiun dini berkisar Rp. 209.330.000 – Rp. 1.028.500.000 dan tahun 2009 lalu rata-rata kompensasi yang diterima pegawai yang mengajukan pensiun dini sebesar 726 juta rupiah.

Bagaimana dengan PNS? Tentu berat mengimplementasikan program pensiun dini pada dunia birokrasi. Aspirasi yang berkembang justru beberapa pegawai ingin batas usia pensiun ditambah, namun sayang peraturan membatasi sampai usia 56 tahun (PP 32/1979). Akhirnya mereka minta dikaryakan kembali, karena merasa belum siap dan dengan alasan masih memiliki anak yang bersekolah/kuliah, sehingga masih membutuhkan banyak biaya.

Secara kultur kerja pun belum ada kondisi yang mendesak seorang PNS untuk pensiun dini atau alih profesi. Dari faktor eksternal, peluang untuk start up bisnis pun dinilai terlalu beresiko. Akhirnya ‘stabilitas’ adalah alasan sebagian besar PNS untuk bertahan dan mungkin sudah menjadi tujuan sejak awal.

Pensiun dini pada institusi pemerintahan sebenarnya bisa saja terjadi jika reformasi birokrasi benar-benar telah terlaksana. Iklim kerja yang semakin profesional akan menjadi mekanisme seleksi alami. Dalam membuat TDUK pun lebih mudah, karena lembaga yang telah reform pasti memiliki grade tunjangan kinerja yang disesuaikan dengan posisi masing-masing pegawai.

Continue Reading →

Sunday, June 5, 2011

Mega Typo


Pernah suatu ketika, saat baru bangun dari tidur saya nulis tweet seperti ini:
bagaimana bisa kau hadir di mimpiku, padahal tak sedetikpun kutindu dirimu..

Itu adalah kutipan lirik lagunya The Groove yang judulnya “khayalan”. Tapi saya salah ketik, entah karena terburu-buru atau nyawa baru kumpul 50%, yang seharusnya kurindu jadi kutindu. Maklum, di papan qwerty huruf R dan T letaknya deketan. Sebenernya sih, dengan nalar sederhana orang pasti tahu maksudnya adalah kurindu bukan kutindu, apalagi kutinju! Jelas gak cocok dengan susunan kata yang ngebentuk kalimat tersebut.

Nah, itulah yang disebut typo (Typographical Error), definisi gampangnya adalah salah ketik. Jika kita salah ketik saat update status di facebook atau twitter, mungkin risikonya dijadikan bahan ledekan teman-teman. Tapi kalau salah ketiknya di surat kabar atau surat resmi kenegaraan? Bisa-bisa kita dianggap tidak profesional dan membuat orang salah paham.

Coba bayangkan jika ada surat yang semestinya berbunyi:

“Berhubung kami kurang dapat memahami nota dinas saudara tempo hari. Maka kami mohon penjelasan lebih lanjut..”

Menjadi:

“Berhubung kami kutang dapat memahami nota dinas saudara tempo hari. Maka kami mohon penjelasan lebih lanjut..”

WOOOI.. SEJAK KAPAN KUTANG DAPAT MEMAHAMI NOTA DINAS!!!

Fatal kan?
Typo juga bukan hanya soal salah menempatkan huruf, tapi juga penulisan yang tidak sesuai EYD atau memakai istilah yang keliru, contoh:

“Ibunda Sammy Iklaskan Anaknya Dipenjara” ☛ ikhlaskan
“Satpol PP Di Hadang Massa di Pasar Barito, Kebayoran Baru” ☛ Dihadang
“Digeber Nonstop 70 Jam, CBR 250cc Raih MURI” ☛ Museum diraih? Harus ada sisipan “Rekor”

Dan peristiwa mega typo baru-baru ini ialah saat redaksi TV One menulis “SBY PERINTAHKAN PENJEMBUTAN NAZARUDDIN” *__*
Kenapa saya sebut mega typo? Perhatikan keyboard qwerty anda, betapa jauh letak huruf P dengan B. Hmmh.. mungkin si penulis lagi ngantuk atau bengong jorok kali yah..
Continue Reading →

Saturday, June 4, 2011

Bahaya Permisivisme

Satu kata “reformasi” bisa memiliki banyak makna, tergantung siapa yang coba menafsirkannya. Reformasi identik dengan suatu perubahan (change), namun perubahan yang memiliki arah (vision) dan membawa manfaat (benefit), jika perubahan tersebut tidak membawa perbaikan, maka tidak layak disebut reformasi.

Pasca Reformasi 1998 pemerintah segera bergegas membenahi sisitem politik, hukum, dan perekonomian. Fase awal reformasi ini pun menunjukkan gejala perbaikan, sistem politik lebih demokratis, HAM ditegakkan, industri kreatif menggeliat, pertumbuhan ekonomi signifikan, serta pendapatan perkapita yang makin meningkat dari tahun ke tahun.

Meski demikian, era baru ini bukanlah tanpa ekses, dan mayoritas pencipta efek samping ini ialah pihak-pihak yang menganggap era reformasi ini ialah zaman serba boleh. Mereka larut dalam efuforia kebebasan, tidak ingin diatur dan dibatasi. Budaya permisif inilah yang melahirkan fenomena kebablasan di berbagai bidang.


Bidang Politik dan Otonomi Daerah
 
Terlalu banyaknya partai politik saat ini membuat sistem presidensial tidak efektif, kemudian berimbas pada tidak stabilnya roda pemerintahan. Pendirian parpol ini pun terlihat semata-mata hanya untuk mencari materi dan kepentingan politik, bukan pencerahan dalam proses demokratisasi. Atas dasar kemajemukan masyarakat Indonesia dan kebebasan berserikat, ide penyederhanaan parpol terus ditolak, padahal politik aliran yang ada di Indonesia dari dulu hanya itu-itu saja, tidak ada yang benar-benar baru.

Dalam hal otonomi daerah, kita berpegang pada UU No.32 Tahun 2004 sebagai payung hukum, walaupun masih memiliki berbagai kekurangan, yakni terlalu dominannya kewenangan dan kekuasaan DPRD, dan lemahnya kewenangan dan kekuasaan Gubernur, serta tidak kuatnya hirarki antara Gubernur dengan Bupati/Walikota yang berdampak pada lahirnya raja kecil di setiap daerah kabupaten/kota di Indonesia. Gubernur tidak bisa memerintah Bupati dan Walikota tertentu untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, karena memang menurut UU, Gubernur yang merupakan perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah hanya memiliki kewenangan untuk membina, mengawasi dan mengkoordindir pemerintah Kabupaten/Kota (Ps.38 (1) UU 32/2004).

Sistem tersebut banyak melahirkan raja-raja kecil yang sulit diatur dan tidak becus mengelola daerahnya secara optimal. Sejak reformasi, Indonesia memiliki 7 provinsi, 164 kabupaten dan 34 Kota baru hasil pemekaran, namun ironisnya 80% daerah baru tersebut dinyatakan gagal menyelenggarakan pemerintahan, bahkan hasil temuan BPK menyebutkan telah terjadi kebangkrutan keuangan daerah.

Bidang Pertahanan dan Keamanan

 
Tentu kita masih ingat dengan gembong teroris kualitas impor bernama Noordin M. Top dan Dr. Azhari yang telah merancang sejumlah pemboman di bumi pertiwi ini. A.M. Hendropriyono pernah mengutarakan bahwa teroris bisa eksis terus lantaran di sini habitatnya memang memungkinkan, masyarakat kita permisif sekali, sehingga teroris leluasa bergerak tanpa dicurigai.

Selain isu terorisme, saya juga menilai beberapa konflik yang melibatkan ormas yang membawa panji agama atau suku juga cenderung dibiarkan oleh aparat penegak hukum. Tentu alasannya adalah HAM dan terlalu sensitif jika ditindak keras. Contoh kasus sudah begitu banyak, seperti kasus Blowfish yang membawa nuansa kedaerahan (Flores dan Ambon), padahal itu masalah rebutan penguasaan lahan parkir genk John Kei dengan Hercules. Juga ricuh Kembang Latar vs FBR di Rempoa beberapa waktu lalu.

Bidang Tata Pemerintahan

 
Di penghujung tahun 2010 lalu, pemerintah menerbitkan Perpres No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025. Adapun area perubahan yang menjadi tujuan reformasi birokrasi yang tercantum dalam Perpres tersebut ialah perubahan dalam bidang organisasi, tata laksana, peraturan-perundang-undangan, SDM aparatur, pengawasan, akuntabilitas, pelayanan publik, dan pola pikir serta budaya kerja.

Saat ini Indonesia memiliki 34 Kementerian, 28 LPNK (Lembaga Pemerintah Non Kementerian), dan 88 LNS (Lembaga Non Struktural). Pada bidang organisasi, kita berharap terwujudnya lembaga pemerintahan yang tepat fungsi dan tepat ukuran (right sizing). Meski demikian, yang terjadi justru sebaliknya, jauh panggang dari api. Struktur lembaga pemerintah terlalu tambun, lembaga baru yang memiliki kemiripan fungsi pun terus direstui untuk berdiri. Maka, terjadilah inflasi kelembagaan yang membuat birokrasi semrawut, tumpang tindih, dan menghabiskan banyak anggaran.

Bidang Media

 
Dari berbagai sumber disebutkan bahwa selama 32 tahun era orde baru berdiri 289 media cetak, enam stasiun televisi dan 740 radio. Setahun pasca reformasi jumlah media cetak melonjak menjadi 1.687 penerbitan atau bertambah enam kali lipat. Bahkan media ‘esek-esek’ pun tidak ketinggalan memanfaatkan momentum ini.


Menurut anggota Dewan Pers Wikrama Iryans Abidin, melonjaknya jumlah media massa pasca reformasi tidak bisa dilepaskan dari proses liberalisasi pers yang ditandai dengan dihapuskannya SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers). Dari segi SDM, insan pers dinilai mengalami degradasi kualitas. Hal ini tercermin dari sekitar 40 ribu wartawan Indonesia hanya 20% atau sekitar 8.000 orang saja yang paham dengan Kode Etik Jurnalistik dan UU No. 40/1999 tentang Pers.

Ini menunjukkan bahwa untuk mendirikan media pers saat ini tidaklah sulit, masuk ke profesi wartawan pun begitu longgar. Pers saat ini seakan kehilangan tujuannya, hujat sana, hujat sini, dan sering kali membawa kepentingan pemilik media, bukan kepentingan masyarakat luas. Ketika coba dikritik atau digugat terkait pemberitaan yang berlebihan atau bahkan fitnah, pastilah mereka akan menuding balik, kita tidak pro pada kebebasan pers.


***

Kita boleh saja dendam dengan gaya otoritarian era Orba, tapi bukan berarti membuang habis nilai-nilai yang ada pada zaman tersebut. Keamanan yang terjamin, keserempakan gerak langkah pusat-daerah, program KB dan iklim investasi yang kondusif adalah beberapa hal yang masih relevan untuk dipertahankan. Di sinilah tantangannya, bagaimana kita menjaga keseimbangan antara kebebasan dengan keteraturan dengan selaras.

Cukup sudah rasanya kita membiarkan daerah-daerah terus membelah diri bagai amoeba, parpol terus menjamur, lembaga tidak jelas fungsinya menggrogoti keuangan negara, media asal ngoceh tanpa data yang valid merajalela, dan ormas berbasis agama atau kedaerahan beralih fungsi menjadi penegak hukum jalanan. Negara liberal manapun punya kede etik dan bisa bertindak tegas sesuai konstitusi, karena demokrasi hanyalah alat bukan tujuan.
Continue Reading →