Monday, March 26, 2012

Berapa Lama Sebenarnya Indonesia Dijajah?


Berapa lama sebenarnya Indonesia dijajah Belanda? Tiga Setengah abad? Ya, telinga kita terlanjur familiar mendengar bahwa bangsa ini dijajah 3,5 abad lamanya, tapi apa benar?

Ucapan Bung Karno “Indonesia dijajah selama 350 tahun” menurut saya hanya dimaksudkan untuk membangkitkan semangat patriotisme di masa perang kemerdekaan. Ada lagi ucapan “Lebih menderita dijajah Jepang selama 3,5 tahun dari pada dijajah Belanda 3,5 abad”, rangkaiannya kata berima 3,5 ini mudah diingat dan kemudian menjadi pembenaran.

Dijajah 350 tahun, kalau dihitung mundur dari tahun 1945, artinya kita dijajah Belanda mulai 1595.
Benarkah Indonesia mulai dijajah Belanda pada tahun itu?

Yang terjadi tahun 1595 sebetulnya bukan penjajahan, melainkan Cornelis de Houtman mendarat di Banten untuk berdagang. Cornelis de Houtman adalah kapten kapal berbendera Belanda pertama yang tercatat mendarat di Indonesia. Dia tidak membawa tentara. Kalau penjajahan atau kolonisasi dimaksudkan sebagai penguasaan (politik dan militer) suatu teritori oleh orang-orang dari luar wilayah tersebut, maka tentu saja rombongan de Houtman tidak melakukannya.

Sekalipun de Houtman melakukan penjajahan, bukan semata-mata berdagang, di tahun 1595 tentu saja yang dijajah bukan Indonesia. Indonesia, bahkan nama itu, belum pernah ditulis orang pada tahun 1595.

Sebutan "Indonesia" sendiri baru dibuat tahun 255 tahun sesudah de Houtman menginjakkan kakinya di Indonesia. Indonesia pertamakali didefinisikan pada 1850 oleh seorang etnolog Inggris bernama James Richardson Logan dan kemudian nama itu dipopulerkan oleh Adolf Bastian, lebih dari 30 tahun kemudian.

Verenigde Oost-Indische Compagnie (VoC) boleh dibilang mulai menjajah beberapa wilayah di Nusantara tahun 1610. VoC memaksakan monopoli perdagangan, membangun benteng, dan menunjuk Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Tetapi, pernyataan Belanda menjajah Indonesia sejak 1610 juga salah di dua tempat. Bukan hanya karena Indonesia belum ada, juga karena VoC hanyalah sebuah kongsi dagang, atau, dalam dialek lokal disebut kumpeni. VoC bukanlah Negeri Belanda.

Wilayah di Nusantara baru resmi menjadi koloni Negeri Belanda setelah VoC bangkrut karena korupsi. Bisa dihitung sejak tahun 1796 ketika Pieter Gerardus van Overstraten menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda mewakili Kerajaan Belanda--bukan perusahaan swasta.

Itupun, Belanda tidak pernah menjajah dan menguasai wilayah Indonesia--yang kita kenal sekarang--sepenuhnya. Koloni yang disebut Hindia Belanda tidaklah permanen dalam jangka panjang dan penguasaanya tidak sepenuh Republik Indonesia menguasai teritorinya saat ini. Bengkulu (d/h Bencoolen), misalnya, dulu dikuasai Inggris, sementara Malaka (d/h Malacca) dikuasai Belanda. Lalu mereka berdua tukar guling. Pernah juga Hindia Belanda berada di bawah kekuasaan Perancis di bawah Gubernur Jenderal Daendels, karena negeri induknya, Belanda, diduduki Perancis. Tak lama sesudahnya, selama lima tahun, Hindia Belanda sempat diambil oper Inggris di bawah Sir Thomas Stamford Raffles.


Lain lagi dengan Kerajaan Mataram, kemudian pecah jadi Keraton Surakarta dan Yogyakarta, yang kemudian menjadi Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta setelah kemerdekaan. Kerajaan ini masih punya raja sendiri, tidak tunduk dan bertanggung jawab kepada Gubernur Jenderal dan Ratu/Raja Belanda, tetapi punya kontrak politik/ekonomi dengan Gubernur Jenderal. Sebagian wilayah kerajaan ini tidak pernah dikuasai sepenuhnya oleh Belanda sampai Indonesia merdeka.


Nah, jadi kapan berapa tahun sebenarnya Belanda menjajah Indonesia?
Indonesia, bukan sebagai wilayah geografis semata, sebagai entitas politik dan sebagai wilayah hukum, praktis baru lahir tanggal 18 Agustus 1945 dengan disahkannya UUD 1945. Oleh karenanya, sebetulnya, kalau kita mau teliti belajar sejarah, Belanda hanya menjajah Indonesia dari tanggal tersebut sampai 27 Desember 1949, ketika setelah melalui perjuangan diplomasi yang berat, Belanda akhirnya menyerahkan kedaulatan.


Kerajaan Belanda hanya menjajah Republik Indonesia selama 4 tahun lebih sedikit. Secara parsial, Papua (d/h Irian Barat) masih dijajah sampai bendera Belanda diturunkan tahun 1962.
Persoalan berapa tahun bangsa apa menjajah bangsa Indonesia sebetulnya tidak seberapa penting dibandingkan dengan persoalan kemanusiaan, pemerasan, perbudakan, penindasan, diskriminasi, rasisme, feodalisme, pengekangan kebebasan berpendapat/pers, dan pelanggaran HAM lainnya yang terjadi selama masa-masa kolonisasi dan monopoli perdagangan. Ini memang terjadi selama ratusan tahun.


Yang terpenting bagi kita adalah untuk cermat melihat apakah masih ada rasisme, penindasan, perbudakan, penghisapan, dan pemberangusan kebebasan berekspresi yang terjadi hari ini di negeri bernama Indonesia yang dulu dikenal sebagai Hindia Belanda. Apakah masih ada kecurangan, monopoli perdagangan, dan persaingan tidak sehat. Apakah kekerasan dan pendekatan militer masih digunakan untuk memenangkan kepentingan ekonomi segelintir orang. Apakah korupsi masih merajalela di kalangan elit seperti yang terjadi di tubuh VoC ratusan tahun yang lalu.


Hari ini tidak lagi relevan melihat penjajah sebagai bangsa asing yang datang dari jauh karena penguasa bisa menjajah bangsa--rakyat--nya sendiri di tanah mereka sendiri. Dan sebuah bangsa bisa mengirimkan tetangga atau saudaranya sendiri ke negeri yang jauh untuk kemudian dieksploitasi bahkan diperbudak. Dunia sudah menjadi satu kampung besar sehingga dalam hal kemanusiaan, asing atau lokal tidak lagi penting. Semuanya lokal. Planet bumi. Satu.


Lebih penting lagi, pertanyaannya bukan berapa ratus tahun kita dijajah. Tapi berapa ribu tahun ke depan kita akan terus membuka gerbang kemerdekaan lebih lebar.
Continue Reading →

Friday, February 10, 2012

Antara Benar dan Merasa Benar


Hari berganti kembali, semoga yang terlewat menjadi nasihat, dan kesempatan
yang diberi kembali menjadi bukti bahwa kita serius memperbaiki. Sungguh,
Bila kita telusuri, Setiap gerak, setiap sikap meninggalkan pelajaran,
andai diri sigap seharusnya setiap mentari pagi terbit semakin mendewasakan
diri.

Setiap kita selalu berusaha malakukan yang benar, namun siapakah diantara
kita yang berusaha menyesuaikannya dengan kebenaran ilahi.? Setiap kita
selalu mengaku siap melakukan kebenaran, namun siapakah yang siap menerima
teguran? Siapakah diantara kita yang lebih sibuk memperbaiki kekeliruan
daripada membenarkannya?

Siapa yang menyangka sebuah kekeliruan, Rasulullah SAW pun pernah
menilainya sebagai kebenaran, Ketika Rasulullah SAW fokus berdakwah kepada
bangsawan Quraisy, si miskin dan Buta Abdullah Bin Ummi Maktum datang ingin
bertanya terlihat seolah mengganggu, tabi'at kemanusiaannya pun terlihat
Beliau bermuka masam.

Namun saat Allah SWT menegur menurunkan surat 'abasa, tak sedikitpun Beliau
melakukan pembelaan meskipun memiliki alasan yang bisa
dipertanggungjawabkan.

Sungguh, Orang yang rugi bukan yang melakukan kekeliruan, tapi yang tidak
mendapat teguran, atau menolaknya dan tersinggung lalu memusuhinya.
Sahabat, Carilah teguran, jangan menghindarinya, have a nice day..
Continue Reading →

Sunday, November 20, 2011

Sejarah Pengkhianatan

“Lebih baik ditembak lawan daripada ditikam kawan sendiri”.

Sejarah tidak melulu soal pahlawan. Bentangan waktu mempertontonkan tragedi pengkhianatan demi pengkhianatan, terangkai menjadi satu alur cerita yang memilukan.

Beberapa waktu lalu tersiar kabar tewasnya Moammar Khadafi dengan tragis. Penguasa Libya selama lebih dar 32 tahun itu diarak dan dianiaya sebelum akhirnya mati ditembak di bagian kepala dan dadanya. Sungguh sayang pasukan yang mengklaim berasal dari negara paling demokratis itu tidak bisa membawa Khadafi ke meja hijau. Jasad Khdafi sempat ingin dibuang ke laut, sampai akhirnya NTC memutuskan memakamkan jasad Khadafi di tengah gurun yang lokasinya masih dirahasiakan dan mungkin untuk selamanya dirahasiakan.

Beberapa media mencoba memberi gambaran seputar kronologis kematian sang diktator. Ternyata sebelum Khadafi ditemukan pasukan NTC, pengawal pribadi Khadafi sempat membocorkan rahasia perihal lokasi keberadaan Khadafi, sehingga pasukan NTC yang notabene adalah rakyat sipil yang baru saja dipersenjatai alias tentara gadungan, bisa dengan mudah mengepung Khadafi.

Itu adalah sedikit cerita soal pengkhianatan. Banyak cerita pengkhianatan lainnya yang bisa kita temui, seperti kisah pengkhianatan Brutus pada Julius Cesar, Hatib Ibnu Balta’ah pada Rasulullah Muhammad, Judas Iscariot pada Jesus, Wang Jingwei pada Dr. Sun Yat Sen dsb. Seperti yang pernah dikatakan Sejarawan Dr. Kuntowijoyo “banyak kejadian di dunia ini hanyalah pararelisme dari kejadian yang pernah ada, dengan segala macam versi dan modifikasinya”.

Apakah semua pengkhianat adalah penjahat? Saya kira belum tentu, beberapa orang yang dilabeli sebagai pengkhianat, ternyata bukanlah penjahat yang sesungguhnya, seperti Tan Malaka yang pernah dicap ultra kiri, sindikalis, dan anti republik padahal ia peletak dasar konsepsi “Menuju Republik Indonesia”, bahkan sebelum Sumpah Pemuda, namun ironis ia justru tewas dibunuh tentara kodam Brawijaya. Begitu pula dengan Guy Fawkes, yang kisahnya diabadikan dalam film “V for Vendetta” yang menggambarkan perlawanannya kepada bangsawan Inggris karena terlalu tunduk pada pengaruh kerajaan Spanyol.

Pengkhianatan tidak saja bisa dilakukan terhadap negara, instansi, pemimpin, atau kawan, tapi juga terhadap diri sendiri. Berkhianat pada komitmen dengan negosiasi terselubung yang menciderai integritas, berkhianat pada janji yang disepakati bersama, dan menjauhkan diri dari idealisme yang pernah dipegangnya termasuk pengkhianatan terhadap diri sendiri. Semoga saya dan Anda tidak termasuk dalam kategori orang-orang yang gemar mengkhianati hati nurani.

Continue Reading →

Thursday, October 13, 2011

Tuhan dan Tukang Cukur


Suatu hari, ada seorang pria taat beribadah yang sedang melaksanakan ritual bulanannya: potong rambut..

Sudah menjadi kebiasaanya, sembari potong rambut ia mengajak ngobrol si tukang cukur. Tetapi hari ini justru si tukang cukurlah yang memulai pembicaraan dengan kalimat awal yang sangat menyentak:

"Sesungguhnya Tuhan itu gak ada lho mas!?", kata tukang cukur agak nyinyir

Tersentak sejenak, "Eh, maaf maksudnya apa pak?" jawab si pria taat.

"Iya, Tuhan tuh gak ada! buktinya kejahatan dan kemaksiatan ada dimana-mana, ketidakadilan, korupsi, pengrusakan alam, keserakahan, perang, pembunuhan..... Kalo ada Tuhan, mana mungkin hal itu terjadi, ya gak?", cecar tukang cukur.

Jegg.. Terhening... speechless , dalam hati, si pria taat ingin menjawab, ingin berargumen, menjelaskan perihal keyakinan. tetapi dia tau, untuk si tukang cukur, jawaban itu tidak akan memuaskan....

Aaarghhh!!!, kesalnya dalam hati. si pria taat terus berpikir sembari rambutnya terus dicukur. mencari jawaban....

proses cukur rambut pun selesai... dan si pria taat 'menyerah'. "buntu pikiranku", gumamnya dalam hati..

Dia bayar tukang cukurnya dan keluar dari barber shop dalam keadaan galau. "kesal..kesal.", bisiknya sembari keluar dari barber shop.

Di seberang jalan tak jauh dari barber shop, ia melihat seorang gelandangan dengan rambut gondrong, awut-awutan, kotor, tidak dirawat, pokoknya gak bersih deh. Sejenak dia tertegun....

Think!!! Aha!!!

Serentak, pria taat itu balik arah, menghambur masuk ke dalam barber shop.

Dengan antusias dia mengatakan, "Pak tukang cukur!! Yang gak ada tuh bukan Tuhan, tetapi tukang cukur!!"

Si tukang cukur terkaget dan bingung, "hah... maksudnya apa mas?!?"

"sini pak.." panggil si pria taat. "tuh liat, bapak-bapak gelandangan yang ada di seberang jalan. rambutnya awut-awutan, kotor, tidak terawat... itu kan bukti bahwa sesungguhnya gak ada tukang cukur di dunia ini..."

"Ealah.. si mas ini gimana sih, itu mah bukan tukang cukur yang gak ada", jawab tukung cukur dengan percaya diri. "Si gelandangan itu aja yang gak mau datang ke saya. Kalau dia datang dan meminta saya cukur... ya saya cukur. Nanti semua yang mas sebutkan, rambut kotor, lusuh, awut-awutan, akan segera saya ilangin"

"Nah, itu dia pak", sahut si pria taat girang.. "Kejahatan, korupsi, keserakahan, rampok, dan kejahatan lainnya, bukan jadi bukti kalau Tuhan itu gak ada... tetapi justru jadi bukti kalau manusia itu tidak mendekat ke Tuhan. kalau seluruh manusia mau mendekat ke Tuhan, insya Allah, semua yang bapak tadi sebutkan gak bakalan ada. sama kan kayak logika cukur bapak tadi. He...he...."

Si tukang cukur nyengir kecut. "oiyaya bener juga mas.. saya jadi percaya Tuhan itu ada".

"Dan Apabila Hamba-hamba KU Bertanya Kepadamu Tentang KU, Maka Sesungguhnya AKU DEKAT. AKU Kabulkan Permohonan Orang Yang Berdoa Apabila Dia Berdoa Kepada KU. Hendaklah Mereka Itu MEMENUHI PERINTAHKU & BERIMAN Kepada KU Agar Mereka MEMPEROLEH KEBENARAN"~(Al-Baqarah 2:186)
Continue Reading →

Tuesday, September 6, 2011

Sidak!

Pemberitaan mengenai PNS bolos di hari pertama kerja pasca libur lebaran adalah hal rutin tahunan. Sama polanya seperti berita arus mudik dan arus balik plus berita lebaran ala selebriti yang nongol di tv setiap tahun. Seperti biasa kantor saya kebagian diliput oleh beberapa stasiun tv swasta.

Pagi ini, dari sekitar 400 pegawai di kantor tempat saya bekerja ada lima orang yang belum hadir, artinya 98,75% pegawai masuk on time. Beberapa pegawai tidak masuk karena memang sudah mengantongi izin atau cuti. Data tersebut saya ketahui dari tayangan televisi pagi hari saat Sekretaris Kementerian kantor saya menjawab salah satu pertanyaan yang diajukan seorang presenter.

Namun yang menggelitik saya adalah ketika si presenter bertanya “Bagaimana bapak bisa tahu jumlah pegawai yang tidak masuk kerja?” Ketika mendengar pertanyaan itu saya asumsikan si presenter mengira bahwa ketika Sesmen ada di studio, artinya ia tidak mengatahui kondisi di kantornya. Mungkin dikiranya ada absen tanda tangan yang kemudian direkap siangnya dan baru dilaporkan sore harinya.

Perlu diketahui, mengenai absensi sudah banyak atau bahkan sebagian besar instansi pemerintahan sudah menggunakan sistem hand key/finger print. Jangankan tidak masuk, telat satu detik pun ketahuan dan langsung terpotong tunjangannya. Ketika sudah lewat jam masuk kerja (pukul 7.30) bagian kepegawaian atau yang menangani SDM sudah memiliki data presensi. Dengan demikian, petugas bisa melaporkan lewat sms, bbm, whatsapp, ym, atau via apapun ke smartphone/gadget pimpinannya secara real time.

Kemudian mengenai sidak sendiri saya tidak terlalu sepakat dengan pendekatan semacam ini. Sidak tidak efektif, hanya terkesan cari sensasi. Pimpinan instansi memang sudah seharusnya menerapkan aturan disiplin pegawai (sesuai PP 53/2010), kalau ada yang sesumbar "Saya akan bertindak tegas, kalau perlu saya akan pecat pegawai tersebut!" seperti kejadian di Cirebon, well.. semua udah ada aturannya pak, memberi atau tidak memberi sanksi, atau sanksi yang semacam apa sudah ada rambu-rambunya. 


Sidak juga tidak menyentuh persoalan utama birokrasi, pengawasan dan pengendalian mestinya sudah terlembaga dan berlangsung sepanjang tahun, tidak temporer di waktu tertentu saja. Pemimpin hebat adalah pemimpin yang bisa membuat pegawainya disiplin setiap hari dan menciptakan sistem kerja yang mendorong produktivitas, bukan sidak kesana-kemari.
Continue Reading →

Thursday, July 14, 2011

Pensiun Dini PNS


Beberapa waktu lalu Wamenkeu Anny Ratnawaty menyampaikan pada publik bahwa beban anggaran APBN untuk tunjangan hari tua PNS cukup berat, yaitu mencapai Rp. 59 Triliun rupiah. Kemudian beliau menggulirkan gagasan untuk diselenggarakannya pensiun dini bagi PNS. Sebenarnya wacana ini sudah lama ada, seperti halnya otonomi daerah dan reformasi birokrasi yang sudah menjadi diskursus sejak lama, namun baru bergulir beberapa tahun belakangan ini.

Memberlakukan kebijakan pensiun dini di kalangan PNS tentu tidak semudah seperti halnya yang terjadi pada perusahaan swasta atau BUMN. Sebagai contoh adalah PT Telkom. Pada tahun 2009 lalu saya melakukan penelitian mengenai program pensiun dini pada PT Telkom Divre II Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 20,5% pegawai yang berminat untuk pensiun dini. Mayoritas mereka berada pada rentang usia 41-50 Tahun, band posisi rendah (IV,V,dan VI) dengan latar belakang pendidikan SMA/DIII, serta berasal dari Divisi Infratel yang sebagian besar pekerjaannya di bidang teknis lapangan.

Hasil in depth interview memperlihatkan gambaran bahwa motivasi karyawan mengajukan pensiun dini adalah karena kompensasi yang menarik, selain itu juga karena ‘kariernya’ sudah mentok, dan merasa tidak mampu lagi mengikuti ritme transformasi perusahaan yang menuntut kreativitas, penguasaan bahasa asing, dan keterampilan teknologi informasi yang mumpuni.

Dari hasil penelitian tersebut, saya memperoleh gambaran, bahwa ‘lakunya’ pensiun dini di Telkom dikarenakan adanya semacam pra kondisi yang membuat karyawan yang kurang kompeten tidak bisa mengikuti mekanisme kerja yang berat dan kompetitif, kemudian menjadi tidak nyaman. Di sisi lain datang tawaran kompensasi yang cukup menggiurkan. Sekedar info, TDUK (Tarif Dasar Uang Kompensasi) pensiun dini berkisar Rp. 209.330.000 – Rp. 1.028.500.000 dan tahun 2009 lalu rata-rata kompensasi yang diterima pegawai yang mengajukan pensiun dini sebesar 726 juta rupiah.

Bagaimana dengan PNS? Tentu berat mengimplementasikan program pensiun dini pada dunia birokrasi. Aspirasi yang berkembang justru beberapa pegawai ingin batas usia pensiun ditambah, namun sayang peraturan membatasi sampai usia 56 tahun (PP 32/1979). Akhirnya mereka minta dikaryakan kembali, karena merasa belum siap dan dengan alasan masih memiliki anak yang bersekolah/kuliah, sehingga masih membutuhkan banyak biaya.

Secara kultur kerja pun belum ada kondisi yang mendesak seorang PNS untuk pensiun dini atau alih profesi. Dari faktor eksternal, peluang untuk start up bisnis pun dinilai terlalu beresiko. Akhirnya ‘stabilitas’ adalah alasan sebagian besar PNS untuk bertahan dan mungkin sudah menjadi tujuan sejak awal.

Pensiun dini pada institusi pemerintahan sebenarnya bisa saja terjadi jika reformasi birokrasi benar-benar telah terlaksana. Iklim kerja yang semakin profesional akan menjadi mekanisme seleksi alami. Dalam membuat TDUK pun lebih mudah, karena lembaga yang telah reform pasti memiliki grade tunjangan kinerja yang disesuaikan dengan posisi masing-masing pegawai.

Continue Reading →

Sunday, June 5, 2011

Mega Typo


Pernah suatu ketika, saat baru bangun dari tidur saya nulis tweet seperti ini:
bagaimana bisa kau hadir di mimpiku, padahal tak sedetikpun kutindu dirimu..

Itu adalah kutipan lirik lagunya The Groove yang judulnya “khayalan”. Tapi saya salah ketik, entah karena terburu-buru atau nyawa baru kumpul 50%, yang seharusnya kurindu jadi kutindu. Maklum, di papan qwerty huruf R dan T letaknya deketan. Sebenernya sih, dengan nalar sederhana orang pasti tahu maksudnya adalah kurindu bukan kutindu, apalagi kutinju! Jelas gak cocok dengan susunan kata yang ngebentuk kalimat tersebut.

Nah, itulah yang disebut typo (Typographical Error), definisi gampangnya adalah salah ketik. Jika kita salah ketik saat update status di facebook atau twitter, mungkin risikonya dijadikan bahan ledekan teman-teman. Tapi kalau salah ketiknya di surat kabar atau surat resmi kenegaraan? Bisa-bisa kita dianggap tidak profesional dan membuat orang salah paham.

Coba bayangkan jika ada surat yang semestinya berbunyi:

“Berhubung kami kurang dapat memahami nota dinas saudara tempo hari. Maka kami mohon penjelasan lebih lanjut..”

Menjadi:

“Berhubung kami kutang dapat memahami nota dinas saudara tempo hari. Maka kami mohon penjelasan lebih lanjut..”

WOOOI.. SEJAK KAPAN KUTANG DAPAT MEMAHAMI NOTA DINAS!!!

Fatal kan?
Typo juga bukan hanya soal salah menempatkan huruf, tapi juga penulisan yang tidak sesuai EYD atau memakai istilah yang keliru, contoh:

“Ibunda Sammy Iklaskan Anaknya Dipenjara” ☛ ikhlaskan
“Satpol PP Di Hadang Massa di Pasar Barito, Kebayoran Baru” ☛ Dihadang
“Digeber Nonstop 70 Jam, CBR 250cc Raih MURI” ☛ Museum diraih? Harus ada sisipan “Rekor”

Dan peristiwa mega typo baru-baru ini ialah saat redaksi TV One menulis “SBY PERINTAHKAN PENJEMBUTAN NAZARUDDIN” *__*
Kenapa saya sebut mega typo? Perhatikan keyboard qwerty anda, betapa jauh letak huruf P dengan B. Hmmh.. mungkin si penulis lagi ngantuk atau bengong jorok kali yah..
Continue Reading →

Saturday, June 4, 2011

Bahaya Permisivisme

Satu kata “reformasi” bisa memiliki banyak makna, tergantung siapa yang coba menafsirkannya. Reformasi identik dengan suatu perubahan (change), namun perubahan yang memiliki arah (vision) dan membawa manfaat (benefit), jika perubahan tersebut tidak membawa perbaikan, maka tidak layak disebut reformasi.

Pasca Reformasi 1998 pemerintah segera bergegas membenahi sisitem politik, hukum, dan perekonomian. Fase awal reformasi ini pun menunjukkan gejala perbaikan, sistem politik lebih demokratis, HAM ditegakkan, industri kreatif menggeliat, pertumbuhan ekonomi signifikan, serta pendapatan perkapita yang makin meningkat dari tahun ke tahun.

Meski demikian, era baru ini bukanlah tanpa ekses, dan mayoritas pencipta efek samping ini ialah pihak-pihak yang menganggap era reformasi ini ialah zaman serba boleh. Mereka larut dalam efuforia kebebasan, tidak ingin diatur dan dibatasi. Budaya permisif inilah yang melahirkan fenomena kebablasan di berbagai bidang.


Bidang Politik dan Otonomi Daerah
 
Terlalu banyaknya partai politik saat ini membuat sistem presidensial tidak efektif, kemudian berimbas pada tidak stabilnya roda pemerintahan. Pendirian parpol ini pun terlihat semata-mata hanya untuk mencari materi dan kepentingan politik, bukan pencerahan dalam proses demokratisasi. Atas dasar kemajemukan masyarakat Indonesia dan kebebasan berserikat, ide penyederhanaan parpol terus ditolak, padahal politik aliran yang ada di Indonesia dari dulu hanya itu-itu saja, tidak ada yang benar-benar baru.

Dalam hal otonomi daerah, kita berpegang pada UU No.32 Tahun 2004 sebagai payung hukum, walaupun masih memiliki berbagai kekurangan, yakni terlalu dominannya kewenangan dan kekuasaan DPRD, dan lemahnya kewenangan dan kekuasaan Gubernur, serta tidak kuatnya hirarki antara Gubernur dengan Bupati/Walikota yang berdampak pada lahirnya raja kecil di setiap daerah kabupaten/kota di Indonesia. Gubernur tidak bisa memerintah Bupati dan Walikota tertentu untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, karena memang menurut UU, Gubernur yang merupakan perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah hanya memiliki kewenangan untuk membina, mengawasi dan mengkoordindir pemerintah Kabupaten/Kota (Ps.38 (1) UU 32/2004).

Sistem tersebut banyak melahirkan raja-raja kecil yang sulit diatur dan tidak becus mengelola daerahnya secara optimal. Sejak reformasi, Indonesia memiliki 7 provinsi, 164 kabupaten dan 34 Kota baru hasil pemekaran, namun ironisnya 80% daerah baru tersebut dinyatakan gagal menyelenggarakan pemerintahan, bahkan hasil temuan BPK menyebutkan telah terjadi kebangkrutan keuangan daerah.

Bidang Pertahanan dan Keamanan

 
Tentu kita masih ingat dengan gembong teroris kualitas impor bernama Noordin M. Top dan Dr. Azhari yang telah merancang sejumlah pemboman di bumi pertiwi ini. A.M. Hendropriyono pernah mengutarakan bahwa teroris bisa eksis terus lantaran di sini habitatnya memang memungkinkan, masyarakat kita permisif sekali, sehingga teroris leluasa bergerak tanpa dicurigai.

Selain isu terorisme, saya juga menilai beberapa konflik yang melibatkan ormas yang membawa panji agama atau suku juga cenderung dibiarkan oleh aparat penegak hukum. Tentu alasannya adalah HAM dan terlalu sensitif jika ditindak keras. Contoh kasus sudah begitu banyak, seperti kasus Blowfish yang membawa nuansa kedaerahan (Flores dan Ambon), padahal itu masalah rebutan penguasaan lahan parkir genk John Kei dengan Hercules. Juga ricuh Kembang Latar vs FBR di Rempoa beberapa waktu lalu.

Bidang Tata Pemerintahan

 
Di penghujung tahun 2010 lalu, pemerintah menerbitkan Perpres No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025. Adapun area perubahan yang menjadi tujuan reformasi birokrasi yang tercantum dalam Perpres tersebut ialah perubahan dalam bidang organisasi, tata laksana, peraturan-perundang-undangan, SDM aparatur, pengawasan, akuntabilitas, pelayanan publik, dan pola pikir serta budaya kerja.

Saat ini Indonesia memiliki 34 Kementerian, 28 LPNK (Lembaga Pemerintah Non Kementerian), dan 88 LNS (Lembaga Non Struktural). Pada bidang organisasi, kita berharap terwujudnya lembaga pemerintahan yang tepat fungsi dan tepat ukuran (right sizing). Meski demikian, yang terjadi justru sebaliknya, jauh panggang dari api. Struktur lembaga pemerintah terlalu tambun, lembaga baru yang memiliki kemiripan fungsi pun terus direstui untuk berdiri. Maka, terjadilah inflasi kelembagaan yang membuat birokrasi semrawut, tumpang tindih, dan menghabiskan banyak anggaran.

Bidang Media

 
Dari berbagai sumber disebutkan bahwa selama 32 tahun era orde baru berdiri 289 media cetak, enam stasiun televisi dan 740 radio. Setahun pasca reformasi jumlah media cetak melonjak menjadi 1.687 penerbitan atau bertambah enam kali lipat. Bahkan media ‘esek-esek’ pun tidak ketinggalan memanfaatkan momentum ini.


Menurut anggota Dewan Pers Wikrama Iryans Abidin, melonjaknya jumlah media massa pasca reformasi tidak bisa dilepaskan dari proses liberalisasi pers yang ditandai dengan dihapuskannya SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers). Dari segi SDM, insan pers dinilai mengalami degradasi kualitas. Hal ini tercermin dari sekitar 40 ribu wartawan Indonesia hanya 20% atau sekitar 8.000 orang saja yang paham dengan Kode Etik Jurnalistik dan UU No. 40/1999 tentang Pers.

Ini menunjukkan bahwa untuk mendirikan media pers saat ini tidaklah sulit, masuk ke profesi wartawan pun begitu longgar. Pers saat ini seakan kehilangan tujuannya, hujat sana, hujat sini, dan sering kali membawa kepentingan pemilik media, bukan kepentingan masyarakat luas. Ketika coba dikritik atau digugat terkait pemberitaan yang berlebihan atau bahkan fitnah, pastilah mereka akan menuding balik, kita tidak pro pada kebebasan pers.


***

Kita boleh saja dendam dengan gaya otoritarian era Orba, tapi bukan berarti membuang habis nilai-nilai yang ada pada zaman tersebut. Keamanan yang terjamin, keserempakan gerak langkah pusat-daerah, program KB dan iklim investasi yang kondusif adalah beberapa hal yang masih relevan untuk dipertahankan. Di sinilah tantangannya, bagaimana kita menjaga keseimbangan antara kebebasan dengan keteraturan dengan selaras.

Cukup sudah rasanya kita membiarkan daerah-daerah terus membelah diri bagai amoeba, parpol terus menjamur, lembaga tidak jelas fungsinya menggrogoti keuangan negara, media asal ngoceh tanpa data yang valid merajalela, dan ormas berbasis agama atau kedaerahan beralih fungsi menjadi penegak hukum jalanan. Negara liberal manapun punya kede etik dan bisa bertindak tegas sesuai konstitusi, karena demokrasi hanyalah alat bukan tujuan.
Continue Reading →

Saturday, March 19, 2011

Diskriminasi Toilet


Kata “kebutuhan” identik dengan sesuatu hal yang perlu kita dapat/ terima, misalkan kebutuhan akan pangan, pakaian, atau keamanan. Namun ada beberapa kebutuhan yang bermakna memberi atau melepaskan sesuatu, misalkan kebutuhan berbagi cerita agar hati plong, kebutuhan memberi materi sebagai ungkapan rasa syukur, dan yang pasti kebutuhan membuang ‘hajat’.


Urusan buang air merupakan hal yang sangat prinsipil buat saya. Sebagai manusia beradab tentu urusan yang satu ini tidak bisa dilakukan di sembarang tempat. Di sinilah arti penting toilet, kualitas kebersihan dan kenyamanannya mencerminkan seberapa beradab masyarakat tersebut.

Namun sayangnya di demokrasi seperti ini masih saja ada diskriminasi, termasuk dalam hal pertoiletan. Beberapa hari yang lalu saya berkunjung ke FIB UI untuk suatu keperluan. Saya tidak begitu paham tata ruang daerah ini, dan saat melintas di gedung V tiba-tiba ada panggilan alam yang tiada bisa ditolak, serta-merta saja saya ingin memasuki gedung tersebut untuk cari toilet. Belum sampai membuka pintu, tiba-tiba dua orang satpam menghadang.

Satpam  : “Mau ke mana mas?”
Awe       : ”Mau ke toilet pak”
Satpam  : “Ini gedung dosen, cari tempat lain aja”
Awe       : “Aduh pak, tapi saya udah kebelet nih”
Satpam  : “Gini aja, mas ke gedung IV atau gedung VI, Kalau gedung IV mas bisa lewat taman itu, terus belok kanan, nah kalo gedung VI blablabla .........”
WOOOY GUA UDAH GAK TAHAAAN !!!

Akhirnya saya tetap masuk gedung itu dan berhasil ‘setoran’ dengan selamat sentosa. Ternyata benar di pintu toilet gedung itu pun ada tulisan “Toilet Khusus Dosen”. Omaigaat! Penyakit sosial macam apa ini? Apakah di tempat lain ada “Toilet Khusus Direktur”, “Toilet Khusus Menteri”, “Toilet Khusus Dokter” dan sebangsanya.
Dari kejadian itu saya coba mengasalisis kenapa hal semacam itu bisa terjadi, berikut hasilnya:

1. Budaya Feodal. Diskriminisasi kelas sosial menjalar sampai ke urusan buang hajat.
2. Arogansi. Pejabat bersangkutan sengaja tidak mau ‘berbagi’ ruang dengan pekerja lain yang beda level. Ia ingin diperlakukan secara khusus.
3. Penjilat. Inisiatif bisa datang dari pihak pengelola gedung atau bagian infrastruktur dengan cara memanjakan atasannya.
4. Keterbatasan jumlah toilet. Bisa jadi instansi yang bersangkutan hanya punya sedikit toilet, hingga toilet pimpinan harus diproteksi sedemikian rupa.


Berikut analisis sederhana non ilmiah saya perihal diskriminasi toilet.
Nah, sudahkah anda buang hajat secara teratur dan nyaman hari ini? :)


Continue Reading →

Friday, February 11, 2011

Alanda dan Kasus Century


Alanda Kariza terperanjat tatkala Jaksa Penuntut Umum menuntut ibundanya kurungan 10 tahun penjara dan denda 10 milyar rupiah. Dalam blognya Alanda menumpahkan rasa kecewanya. Ia merasa ada yang janggal dan tidak adil dalam proses persidangan ibunya tersebut.

Sang ibu, Arga Tirta Kirana merupakan kepala Divisi Legal Bank Century (2005-2009). Ia dinilai turut memuluskan pencairan kredit dengan dokumen palsu, namun Arga menilai bahwa kewenangan pemberian kredit ada pada Divisi SKPK (Setlement Kredit dan Pelaporan Kredit).

Pada prinsipnya setiap pekerjaan yang dilakukan Arga hanyalah menuruti perintah atasannya, Robert Tantular. Belakangan baru diketahui bahwa ternyata Robert Tantular yang membawa kabur uang tersebut. Namun bagaimana bisa Robert Tantular yang jelas-jelas koruptornya divonis 4 tahun penjara, bahkan Super Gayus hanya 7 tahun penjara, sedangkan ibunya yang notabene hanya menjalankan perintah atasan tanpa mendapat keuntungan apapun dituntut jauh lebih berat?

Tumbal! Setiap perkara besar menuntut penuntasan yang setimpal, menghukum pelaku kejahatan seberatnya kemudian dipublish ke media, masyarakat puas, pemerintahan aman. Masalahnya kasus Century adalah komoditas politik yang ruwet, atau sebenarnya sederhana tapi dibuat rumit. Yang salah bisa diproteksi dan yang bersih bisa dipersalahkan. Begitulah ketika politik kotor mengkooptasi sistem hukum yang lemah.


"Even if I have to let Indonesian Youth Conference go, even if I have to work hard 24/7 to live without having to ask for allowances from my mother… I’m willing to do so.

I just want her to stay with me… instead of behind those scary bars. I just want her to witness everything that I will achieve in the future".

-Alanda-

Continue Reading →

Wednesday, February 2, 2011

Stealing from The Past


Siapa yang gak tau produk-produk Apple yang dikenal canggih nan elegan. Bahkan mungkin di antara kita adalah pengguna iPod, iMac, atau iPad. Tapi tau gak, kalo ternyata ide-ide produk Apple yang menawan itu tidaklah orisini! Nah lho, kok bisa? Tenang..tenang.. maksud saya di sini bukanlah penjiplakan produk yang seratus persen sama. Namun lebih kepada terinspirasi dari desain produk yang telah ada sebelumnya. Produknya siapa yang ditiru?


Ternyata e ternyata produk yang dirilis Apple sekilas mirip dengan produk Braun. Adalah Dieter Rams yang mendesain produk-produk Braun tersebut. Braun merupakan perusahaan consumer goods yang bermarkas di Kronberg, Jerman. Produk Braun banyak ditiru oleh perusahaan lain, baik dari corak warnanya, material yang digunakan, maupun postur dasar produknya.

Beberapa produk Braun yang pernah jaya di tahun 1960-an ini mirip dengan produk Apple, diantaranya ialah:
radio saku Braun dengan iPod, televisi Braun dengan Power Mac G5, sound system Braun dengan iPod Hi-Fi, lalu speaker Braun dengan iMac.

Meski demikian, Rams tidak pernah keberatan mengenai produknya yang ‘dimiripi’ Apple. Rams justru memuji Apple yang masih menganut prinsip desain yang jujur, fungsional, dan sederhana. Sejalan dengan Rams, Jonathan Ive yang merupakan Vice President of Industrial Design di Apple juga mengakui bahwa produk Apple memang dijaga agar tetap steril, bebas dari segala hal yang kompleks dan merumitkan.

Dari kisah ini kita bisa belajar mengenai ‘stealing from the past’. Bagaimana membuat produk dengan mengulang dari yang telah ada di masa lau, tentu dengan modifikasi dan penyesuaian konteks sesuai zamannya. Kegiatan kopi-mengkopi inspirasi ini akan terus terjadi, tidak hanya pada urusan desain produk, tapi juga di bidang kehidupan lainnya. Itulah gunanya kita belajar sejarah.

Btw, ada yang kepikiran gak sih, kalo upaya Aburizal Bakrie dengan kekuatan bisnisnya mengkooptasi PSSI melalui Nurdin Halid itu adalah sebuah strategi politik. Meraih simpati publik melalui sepak bola, layaknya Silvio Berlusconi dengan AC Milan-nya di Italia :) Who Knows??

Terinspirasi dari artikel majalah Concept edisi #40

Continue Reading →

Friday, January 14, 2011

Black Swan


Film ber-genre psychological thriller movie ini sungguh memikat. Seperti yang kita tahu, semua orang punya sisi gelap dan terang yang saling mencoba mendominasi dalam satu tubuh. Nina (Natalie Portman) punya sisi terang yang lebih dominan, namun saat dalam keadaan terancam, sisi gelap Nina mulai muncul.


Menurut saya sendiri, musuh yang paling sulit ditaklukan di dunia ini ialah hawa nafsu diri kita sendiri, dan makhluk paling menakutkan di dunia ini ialah halusinasi diri kita sendiri. Nah, apakah Nina sudah siap berhadapan dengan sisi gelap yang selama ini tidak pernah ia ketahui?

Seperti juga Erica (Barbara Hershey), ibu Nina adalah seorang penari balet yang berbakat. Seluruh hidup Nina didedikasikan pada tari balet dan ia hampir tak punya waktu untuk melakukan aktivitas lain. Saat Thomas Leroy (Vincent Cassel), sutradara pementasan tari balet, memutuskan untuk mencari bakat baru untuk pementasan Swan Lake, dan Nina adalah alternatif utama.

Sayangnya, di saat yang sama Nina juga menghadapi kompetisi dari seorang penari bernama Lily (Mila Kunis) yang juga punya peluang menjadi karakter utama dalam Swan Lake. Tokoh utama Swan Lake harus mampu memerankan karakter yang lugu dan anggun namun sekaligus sensual. Nina mampu memerankan karakter yang lugu tapi saat harus tampil sensual, Lily sepertinya lebih pas. Karena tak ingin kesempatan ini diambil oleh Lily, Nina pun berusaha dengan segala cara untuk menggali sisi gelap dirinya yang tak pernah tersentuh.

Celakanya saat sisi gelap itu mulai muncul, Nina juga mulai menghadapi kesulitan mengendalikan sisi gelap ini. Ada satu titik dimana ia menjadi sangat ambisius dan hilang kendali. Portman berlatih secara intensif selama lebih dari setahun untuk memerankan Nina. Tetapi wanita kelahiran Israel 29 tahun silam, yang memiliki gelar dalam bidang psikologi dari Harvard, mengatakan bahwa karakter Nina menderita obsessive-compulsive disorder.

Sutradara Darren Aronofsky mengatakan ia terkejut dengan betapa sulitnya mendapatkan kepercayaan dari penari balet yang sesungguhnya dalam penelitiannya untuk film ini. Ia menambahkan, para penari balet sering kecewa dengan cara Hollywood menggambarkan dunia mereka, tetapi ia menjelaskan bahwa film "Black Swan" menghormati seni, sembari menjelajahi apa yang ada dalam pikiran seniman.

"Dunia balet sendiri sangat gelap dan gothic, misalnya cerita 'Sleeping Beauty,' 'Romeo and Juliet' dan, tentu saja, 'Swan Lake,'" ungkap Aranofsky.

Menurut Aranofsky, film ini sendiri bisa disebut Swan Lake. "Kami mengambil cerita dari dunia balet dan pada dasarnya mengambil semua karakter yang ada di sana: Rothbart, pangeran, ratu, dan diterjemahkan ke dalam karakter-karakter dalam film ini." Dan yang pasti, tambah Aranofsky, Black Swan menjabarkan tantangan dan kegelapan serta realita tentang sulitnya menjadi penari balet.

Semoga Anda dapat mengendalikan sisi gelap diri Anda…

Continue Reading →

Sunday, January 9, 2011

SKCK


Salah satu amunisi yang mesti dipersiapkan sebagai bekal nyari kerja adalah SKCK (Surat Keterangan Catatan Kepolisian). Nah gw ada cerita seru pas ngusrus SKCK di Polsek. Bermula dari tulisan gw di detik.com. Jadi waktu itu gw pengen memperpanajang SKCK yg habis masa waktunya. Sialnya si pulisi pernah baca kritikan gw di media tsb.
Gw     : "Pak saya mau memperpanjang SKCK"
Pulisi : "Mana fotocopy KTP, Pas photo, sama fotocopy SKCK yang lama?"
Gw     : "ini pak, udah saya siapin” *senyum mantap, kayaknya proses bakal lancar nih*
Pulisi : "Sebentar saya ketik dulu di form yang baru” sesaat kemudian.. “Eh kamu dulu pernah nulis di media soal pungutan uang di Polsek ini ya?"
Gw     : "egh.. iya pak..” *agak gugup gw jawabnya”
Pulisi : WOOOI.. NIH DIA NI ORANG YANG NULIS DI INTERNET WAKTU ITU..!!

Serta-merta aja sekumpulan pulisi masuk ke ruang itu. Perasaan gw mulai gak enak. Ya Allah lindungilah hambamu yang soleh dan lugu ini ya Allaah..
“Anak siapa sih kamu?” “Posisi rumah dimana?” “Kerja jadi wartawan?” “Jangan kira kami takut yah!” “Komandan udah tau semua ini, dia aja gak masalah tuh” “Hati-hati kamu ya kalo nulis-nulis” bla bla bla … … … … … … … … … … … 

Serentetan omelan dan sumpah serapah itu pun gw terima dengan pasrah, cari aman lah pokoknya.

Akhirnya perpanjangan SKCK gw gak diproses, dan gw disuruh ke Polres yang notabene tempatnya lebih jauh. Ternyata oh ternyata ongkos pembuatan SKCK di Polres malah lebih mahal. Walaupun di loket ada tulisan sepuluh ribu, nyatanya gw dimintain tiga puluh ribu.
 

Hah,, kerja belom udah dipalakin sana-sini.. kutu kupret bener dah pelayanan publik negeri ini.

Continue Reading →

Wednesday, January 5, 2011

Kilas Balik 2010 & Resolusi 2011


Seakan gak mau kalah, gw pun ikutan bikin resolusi buat tahun ini. Kata pakdhe motivator, hidup akan lebih terarah kalo kita punya tujuan dan road map yang jelas. Sebelom cerita tentang resolusi 2011, gw mau share dikit beberapa moment yang begitu berkesan buat gw di sepanjang tahun 2010 yang lalu, apakah ituu? *nyengir kuda*


  • Di akhir Januari 2010 akhirnya saya lulus dari FISIP UI setelah 4,5 taun belajar dan bermain dengan nilai (agak) memuaskan. Pergulatan masa kuliah saya abadikan dalam kisah Catatan Akhir Kuliah.
  • Untuk pertama kalinya ikutan wisata kota tua bareng temen-temen kampus.
  • Akhirnya kerja beneran di konsultan internet marketing di Bintaro, setelah beberapa kali kerja serabutan dan magang. Masuk bulan April resign bulan Oktober.
  • Ditinggal sama Sri Mulyani ke Washington DC, halah! Doi mendahului saya bekerja di World Bank rupanya.
  • Ngebuatin film, atau lebih tepatnya nyusun foto & video untuk acara reuni SMA.
  • Di penghujung taun, saya lolos tes CPNS Menpan. Alhamdulillah..

Di taun ini pun saya punya resolusi. Walopun harapan bisa terlintas tiap saat, tapi agaknya ini waktu yang tepat untuk merumuskan, menetapkan, dan kemudian berikrar dalam hati untuk mewujudkannya. Gak percuma deh nonton Laskar Pelangi, this is my wish list in 2011:
  • Upgrading TOEFL score, with the hope that one day I get a postgraduate scholarship.
  • Be a good Government Employee, sekaligus mematahkan anggapan kalau pegawai negeri itu pemalas dan magabut.
  • Nambahin jumlah hafalan surat dan doa yang masih sedikit. Malu sama bocah TPA yang masih cilik-cilik tapi udah hafal Juz Amma.
  • Kepingin buat reuni SD & SMP.
  • Menambah berat badan biar gak kerempeng, rajin olah raga biar gak buncit, syukur-syukur bisa macho kayak Om Arnold Schwarzenegger hehe..
  • Kepingin beli ini-itu (wah, kalo yg ini daftarnya terlalu panjang, skip aja deh..).
  • Nambah koleksi buku, dan nulis blog secara rutin yang selama ini sering terbengkalai.
  • Gak lupa/sengaja ngelupa-lupain resolusi yg udah dibuat di awal tahun ;p
  • Itulah cuplikan singkat di 2010 dan beberapa harapan di 2011. Dengan mengucap bismillah perjuangan meraih impian di 2011 SIAP DIMULAI!!!
Continue Reading →

Thursday, October 14, 2010

Pilkada Depok 2010

Beberapa hari lagi masyarakat Depok menentukan pimpinan daerahnya melalui Pilkada, tepatnya tanggal 16 Oktober mendatang. Empat pasangan calon walikota dan wakil walikota Depok sudah memaparkan programnya, dan mengaku siap menang juga siap kalah.

Keempat pasangan calon walkot-wakil walkot yang dimaksud adalah 1. Gagah Sunu Sumantri - Derry Drajad, 2. Yuyun Wirasaputra - Pradi Supriatna , 3. Nur Mahmudi Ismail - KH. M. Idris Abdul Shomad, dan 4. Badrul Kamal - Agus Supriyanto.

Melalui berbagai sumber, termasuk poster dan sepanduk yang bertebaran, juga melalui debat kandidat di Jak TV tempo hari, saya akan sedikit memberi tahu latar belakang mereka dan apa programnya.

Sebenarnya keempat pasangan calon memiliki program yang beririsan seperti dalam hal sekolah gratis, fasilitas kesehatan, dsb. Untuk itu saya coba menelaah diferensiasi pasangan calon yang satu dengan lainnya. Berikut asalisis selengkapnya:

CALON 1 (Gagah-Derry)
Drs. H. Gagah Sunu Sumantri, M.Pd – Derry Drajat

Visi: Depok kota pendidikan, pemukiman dan jasa yang berbudaya menuju masyarakat nyaman dan sejahtera.

Pasangan Gagah-Derry, satu-satunya pasangan yang berangkat dari jalur independen. Tak bisa dipungkiri, kekuatan pasangan ini ada pada sosok Derry Drajat. Meski hanya calon wakil walikota, Derry jelas lebih dikenal masyarakat dibandingkan Gagah.

Dikenal sebagai artis, pembawa acara, bintang film, dan berbagai profesi lain di dunia hiburan, Derry lebih familiar dibandingkan Gagah yang ‘hanya’ pernah menjadi Kepala Kantor Pariwisata Seni dan Budaya Kota Depok, dan sekarang menjabat Sekretaris di Dinas Pemadam Kebakaran Kota Depok.

Namun dengan banyaknya pemilih perempuan, terutama kaum ibu, tentu cukup menguntungkan juga bagi pasangan ini. Kaum perempuan (baca: ibu-ibu), biasanya lebih subjektif dalam menetukan pilihan.

Sebaliknya karena berangkat dari jalur independen, juga akan menjadi salah satu kelemahan bagi pasangan ini, sebab mereka tidak ditopang oleh parpol sebagai motor penggerak. Namun sisi positifnya dapat dijadikan alternatif pilihan juga bagi yang sudah tidak percaya pada parpol.

Gagah-Derry berjanji akan mengedepankan sektor seni budaya dan pariwisata, karena menurutnya inilah yang paling menjual di kota Depok. Selain itu pasangan ini juga menjanjikan pendidikan gratis termasuk buku dan seragam untuk siswa dari keluarga prasejahtera.

CALON 2 (Yudistira)
Drs. H. Yuyun Wirasaputra, MM – Pradi Supriatna

Visi: Depok kota impian (indah, mandiri, peduli, andalan).

Pasangan yang diusung oleh partai Gerindra ini, dari segi usia sangat ideal, kombinasi tua-muda, seperti yang banyak diharapkan masyarakat.

Meskipun lahir di Bandung, Yuyun adalah mantan birokrat yang berpengalaman, dan tentu mengenal karakter Depok dengan baik. Karirnya pun sebagai pamong negara hampir sepenuhnya dihabiskan di Depok, sejak menjabat Camat Beji, hingga kini sebagai wakil walikota Depok.

Sifat Yuyun yang ramah dan kebapakan membuat dirinya memiliki nilai tersendiri di mata masyarakat Depok. Sementara itu Pradi, yang menjadi pasangan Yuyun, juga punya kelebihan, Pradi dikenal sebagai pengusaha dan tokoh pemuda, dan dikenal sebagai ‘anak Depok asli’.

Terkesan sepele. Tapi yang perlu diingat, sejak Depok di bawah naungan Bogor, belum satupun pemimpin Depok yang asli putra daerah, sehingga tak heran sebagian kalangan mengampanyekan pemimpin dari warga asli Depok, walaupun kini komposisi penduduk Depok sangat heterogen.

Meski demikian, pasangan ini juga punya kelemahan. Salah satunya adalah mesin politik yang tidak terlalu kuat, karena ‘hanya’ didukung oleh partai-partai kecil non parlemen yang dipimpin oleh Gerindra.

Berangkat dari keluhan masyarakat, pasangan ini mengedepankan tata kola pemerintahan yang baik (good governance) dan berjanji menyelenggarakan one stop service di kota Depok, hal ini dimaksudkan agar pelayanan public di kota Depok lebih maksimal.

CALON 3 (Nur Berkhidmat)
Dr. Ir. H. Nur Mahmudi Isma’il, M.Sc – Dr. H. M. Idris Abdul Shomad, MA

Visi: Terus melayani dan menyejahterakan warga Depok.

Pasangan nomer tiga adalah Nur Mahmudi Ismail dengan Idris Abdul Somad. Sebagai incumbent, Nur Mahmudi jelas punya keuntungan dan peluang menang yang cukup besar. Ia telah dikenal oleh warga Depok, karena selama ini baliho dirinya pun sudah menjamur di seluruh penjuru kota.

Nur Mahmudi yang merupakan mantan menteri kehutanan, kini berpasangan dengan H. Abdul Shomad yang merupakan Sekretaris Umum MUI kota Depok, yang juga warga ‘asli Depok’.

Pro-kontra seputar apakah Nur Mahmudi sukses memimpin Depok pun masih terus berlangsung, jika tidak hati-hati, pasangan ini juga bisa terjungkal. Status incumbent juga tidak menjamin mereka bisa menang mudah.
Pasangan ini merupakan kandidat yang paling banyak memiliki program mulai dari betonisasi jalan sampai kredit UKM, meski demikian beberapa pihak menilai itu hanya janji politik semata yang mudah terlupakan nantinya.

Pasangan Nur Berkhidmat ini diusung oleh PKS dan PAN juga beberapa partai kecil lainnya. Diantara banyak program di atas, pasangan ini mengutamakan pembangunan SDM dan infrastruktur sebagai tulang punggung di kota Depok.

Calon 4 (BK-Pri)
Drs. H. Badrul Kamal, MM – Ir. H. Agus Supriyanto, AT, MM

Visi: Depok kota pendidikan, pemukiman, perdagangan dan jasa, berwawasan lingkunngan

Nama Badrul Kamal sudah sangat familiar di telinga masyarakat Depok, Ia pernah menjadi Walikota Kota Adminitratif Depok (1997 – 1999) dan Walikota Kota Depok (1999 – 2005). Jika terpilih lagi artinya ini ketiga kalinya Badrul Kamal memimpin Depok.

Sedangkan Agus Supriyanto, namanya baru bergaung di Depok dalam beberapa bulan belakangan. Kendati namanya jarang terdengar, pengusaha kelahiran Jepara Jawa Tengah ini ditopang finasial yang kuat, namun tentunya hal tersebut tak menjamin pasangan Badrul-Agus ini bisa meraih kemenangan dengan mudah.


Pasangan BK-Pri diusung oleh Partai Demokrat (PD), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Golongan Karya, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) dan Partai Damai Sejahtera (PDS), Partai Bulan Bintang (PBB).

Di atas kertas dan secara matematis, pasangan ini sudah menang, karena didukung tiga partai besar, yakni Partai Demokrat, Partai Golkar, dan PDI Perjuangan, dengan jumlah suara parlemen sangat signifikan. Namun yang perlu diingat, politik layaknya sepakbola, apapun bisa terjadi.

Pasangan nomer empat ini mengedepankan pembangunan berwawasan lingkungan dan berjanji melakukan pelebaran jalan dan memindakan terminal guna mengurangi kemacetan di kota Depok.


Terlepas siapapun yang nantinya akan menjadi pemenang, kita semua tentu berharap, agar Pilkada tahun ini bisa berlangsung lancar tanpa ada kerusuhan, sehingga melahirkan pemimpin terbaik bagi Kota Depok tercinta.


nb: jika ada info tambahan silahkan share melalui comment di bawah ini.. :)

Continue Reading →

Wednesday, June 2, 2010

First Lady


Sebenarnya ini bukan tentang kematianmu, bukan itu. Karena, aku tahu bahwa semua yang ada pasti menjadi tiada pada akhirnya, dan kematian adalah sesuatu yang pasti, dan kali ini adalah giliranmu untuk pergi, aku sangat tahu itu.

Tapi yang membuatku tersentak sedemikian hebat, adalah kenyataan bahwa kematian benar-benar dapat memutuskan kebahagiaan dalam diri seseorang, sekejap saja, lalu rasanya mampu membuatku menjadi nelangsa setengah mati, hatiku seperti tak di tempatnya, dan tubuhku serasa kosong melompong, hilang isi.

Pada airmata yang jatuh kali ini, aku selipkan salam perpisahan panjang, pada kesetiaan yang telah kau ukir, pada kenangan pahit manis selama kau ada. Aku bukan hendak megeluh, tapi rasanya terlalu sebentar kau disini.

Mereka mengira aku lah kekasih yang baik bagimu, tanpa mereka sadari, bahwa kaulah yang menjadikan aku kekasih yang baik. Kau ajarkan aku kesetiaan, sehingga aku setia, kau ajarkan aku arti cinta, sehingga aku mampu mencintaimu seperti ini.

Selamat jalan, Kau dari-Nya, dan kembali pada-Nya, kau dulu tiada untukku, dan sekarang kembali tiada.

Selamat jalan sayang, cahaya mataku, penyejuk jiwaku,
Selamat jalan, calon bidadari surgaku*

*) konon puisi ini dibuat Pak B.J. Habibie beberapa hari setelah kepergian Bu Ainun

***

Saat Permaisuri Mumtaz yang sangat dicintainya wafat, Shah Jahan berikrar membangun sebuah monumen lambang cinta yang megah dan tak tertandingi. Maka, konon ketika Taj Mahal selesai dibangun, semua tangan pekerjanya dipotong agar tak mampu membuat bangunan seindah itu lagi.

Ketika pasukan Jerman kalah telak di Eropa, Hitler bunuh diri di bunker persembunyiannya. Ia tak sendirian. Eva Braun –kekasih yang dinikahinya sehari sebelum bunuh diri- turut melakukan hal yang sama, menenggak kapsul sianida dan menembak kepalanya.

Nabi Muhammad begitu menggigil di bawah selimut setelah didatangi malaikat Jibril, hanya Siti Khadijah yang dengan penuh keyakinan membenarkan ucapan suaminya. Beliau pulalah yang kemudian pertama-tama menyatakan imannya pada Rasulullah. Rasul pun masih terus mengingat Khadijah selepas wafatnya, hingga membuat istrinya yang lain menaruh cemburu.

Soeharto begitu mencengkeram kuat kekuasaannya. Namun, ketika Ibu Tien meninggal dunia pada April 1996, kekuasaan Pak Harto pun mulai pudar dan susut seiring meninggalnya Ibu Tien Soeharto. Benar saja, Mei 1998 Pak Harto tumbang.

Carla Bruni adalah supermodel yang ketenarannya melampaui batas negara. Orang lebih mengenal Bruni dibanding suaminya Nicolas Sarkozy, Presiden Prancis. Menurut The Christian Science Monitor, para editor di Perancis berusaha keras untuk menarik garis pemisah antara Bruni sebagai selebriti dan sebagai ibu negara. Namun, itu sulit dilakukan. Bruni tahu itu, maka ia terus memainkan pengaruhnya untuk mendongkrak popularitas Sarkozy.

Ibu negara, harus diakui, memang menjangkau peran yang vital dan kadang tidak terduga. Mungkin benar jika ada ungkapan “di belakang seorang pria sukses pasti ada seorang wanita hebat”. Namun, satu hal yang sering terlupakan, menjadi first lady sebenarnya ibarat menjadi figur ‘bayang-bayang’ suami. Ia harus siap menjadi bagian dari publisitas dan kemasyhuran sang suami. Namun posisi ini pun kerap mendapat penghormatan yang sepadan. Perhatikanlah dalam acara-acara formal kenegaraan, pasti si protokol tak lupa menggunakan kata ‘beserta istri’ atau ‘bersama istri’ saat menyapa sang kepala negara. Contohnya dalam kalimat berikut:

Protokol:“Selamat datang kami ucapkan kepada Bapak Presiden beserta rombongan istri. Eh, salah, maksud kami ’beserta istri dan rombongan’ ” =D


***

Sebenarnya, perlukah sosok kepala negara disematkan satu paket bersama seorang first lady? Ataukah ada maksud tersembunyi di balik itu? Anda mungkin tidak menyangka jika Amerika Serikat (AS) –negeri yang sangat liberal, permisif, dengan angka perceraian dan single-parenting tinggi - ternyata sangat menjunjung tinggi kehadiran seorang first lady. Artinya, sebegajulan-begajulannya orang Barat sono, mereka masih mengharapkan pemimpinnya memberi suri teladan soal sosok keluarga yang ideal.

Ambil saja contoh tentang Presiden William ‘Bill’ Clinton. Terlepas dari skandal seksnya dengan Monica Lewinsky, kehidupan rumah tangga Bill dan Hillary terlihat ‘baik-baik saja’ sepanjang masa jabatannya. Malah kehidupan putri mereka, Chelsea, juga kerap diekspos media. Mungkin faktor ini yang turut menyelamatkan jabatannya untuk periode yang kedua (1997-2001). Pemilih lupa akan skandal masa lalu Clinton karena ternyata ia berhasil mempertahankan keluarganya. Setelah menyelesaikan masa jabatannya yang kedua, giliran Bill yang menyokong karier istrinya sebagai senator dan kini sebagai menteri luar negeri.

Jika di negeri Barat demikian, maka pemimpin negeri-negeri Timur pun juga banyak yang melakukannya. Setidaknya dulu di Indonesia kita pernah benar-benar merasakan sosok seorang Ibu Negara pada diri Ibu Tien. Media dan masyarakat memujanya sebagai Ibu bangsa. Sampai saat ini salah satu buah pikirannya, Taman Mini Indonesia Indah, masih bisa kita lihat. Kita pun sempat mengamati istri-istri presiden RI selanjutnya: Ainun Habibie dan Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid (tentu saja Taufik Kiemas tidak kita sertakan), namun rentang jabatan suami mereka yang singkat membuat kiprahnya nyaris hilang tak berbekas.

Kini, nampaknya para penasehat komunikasi politik istana menyarankan Presiden SBY untuk melibatkan istrinya dalam berbagai acara dan kegiatan kenegaraan. Maka kita bisa sering melihat Ibu Ani Yudhoyono menyertai setiap lawatan suaminya. Bahkan tidak jarang, kegiatan-kegiatan lain dari ibu negara turut mendapat sorotan media.


***

Menurut Freud, laki-laki dan wanita ditakdirkan untuk menerima identitas gendernya yang taken-for-granted. Mereka mengidentifikasikan dirinya dengan identitas maskulinitas atau femininitas yang ideal di lingkungan sosial. Kalau cowok, pasti harus maskulin dan cewek pasti feminin. Itulah mengapa dari kecil seorang lelaki tidak dikondisikan untuk suka warna pink dan wanita dibuat merasa tidak pantas untuk membetulkan genteng bocor. Ujungnya, sifat maskulin dan feminin itu terinternalisasikan dalam satu paket.

Paket maskulinitas misalnya meliputi sifat kebapakan, melindungi, bertanggung jawab, inisiatif, dewasa. Sedangkan paket femininitas contohnya tercermin dalam sifat lembut, penyayang, keibuan, sabar dan perhatian.

Sayangnya, paket-paket tersebut juga menyertakan hal-hal negatif di dalamnya. Para pria cenderung memiliki sifat egois, ambisius, tidak mau kalah, arogan dan dominan. Sedangkan para wanita dibekali sifat pasif, manja, terlalu banyak pertimbangan, emosional dan banyak mengeluh. Singkatnya, sebagai sebuah paket gender, tidak hanya kelebihan yang didapat tetapi juga kekurangan-kekurangan.

Nah, seorang pria yang menjabat sebagai kepala negara, pimpinan politik, pimpinan organisasi, dan semacamnya, adalah sosok yang sangat rentan menuai pretensi negatif masyarakat. Setiap kebijakan yang mereka ambil berpotensi menyulut pro dan kontra. Tak ada liputan media dan debat publik yang selalu bersahabat. Maka, seorang pemimpin dapat menjelma menjadi pahlawan dan monster sekaligus. Jika sudah demikian, maka gambaran sisi-sisi negatif pria akan bermunculan.

Presiden Bush dinilai bodoh (fool), kejam dan arogan kala mengambil keputusan menyerang Irak. Mahatir Mohammad dinilai egois dan tak tahu balas budi saat memecat dan memenjarakan Anwar Ibrahim. Presiden SBY dianggap tidak memahami penderitaan rakyat dan plin-plan saat mengurangi subsidi publik yang berdampak pada gonjang-ganjing-nya berbagai sektor ekonomi. Jangan lupa, Bill Clinton secara nasional juga sempat dicap playboy dan mata keranjang tatkala skandal seksnya terungkap.

Sifat-sifat yang dicetak tebal adalah residu dari paket maskulinitas yang saya uraikan sebelumnya. Betapa mudahnya hal ini terangkat dan menjadi isu publik, sehingga seorang pemimpin perlu bekerja ekstra keras guna mempertahankan konsistensi popularitas. Pada keadaan inilah sosok seorang first lady dibutuhkan.
Sebelumnya, jangan lupakan asumsi bahwa seorang first lady adalah perpanjangan tangan seorang presiden. Ketika ia melakukan berbagai kegiatan (kampanye sosial, kunjungan, acara peresmian, dll) maka ia turut membawakan nama suaminya. Bagaimanapun citra first lady nantinya terbentuk, baik atau buruk, semua akan kembali disematkan dalam satu paket bersama suaminya.

Terkait dengan pendapat Freud tentang disparitas gender, maka penting bagi sang presiden dan first lady untuk ‘mengawinkan’ citra positif mereka. Seorang presiden yang bijaksana, tegas, cerdas dan bertanggungjawab akan semakin tinggi popularitasnya jika didampingi sosok istri yang memiliki kepedulian sosial, ramah, keibuan, santun dan loyal.

Anda mau bukti? Selama rentang 1988-1992 Barbara Pierce Bush telah membuktikannya. Istri Presiden Bush senior ini sukses menyematkan citra ibu negara yang luar biasa di mata masyarakat. Ia dikenal sebagai pribadi yang ramah, hangat, santun dan memiliki gaya public speaking yang sederhana namun membius. Media dan publik AS bahkan sepakat menjulukinya sebagai “everybody’s grandmother”. Citra Barbara yang mengagumkan ini mampu menutupi citra suaminya yang anjlok drastis pasca pemilu, terutama pada masa pecahnya Perang Teluk. Meskipun suaminya tak lagi menang dalam pemilihan presiden untuk periode kedua, kenangan akan Barbara akan selalu tersimpan di benak masyarakat Amerika.

Bandingkan dengan para pemimpin yang terbiasa tampil sebagai one-man-show. Betapa mudahnya citra buruk tentang mereka dibenarkan oleh publik. Fidel Castro, Hugo Chavez, junta militer Myanmar, dsb. Jadi memang benar jika seorang pemimpin pria kadang perlu ditempeli atribut femininitas, karena jika terlalu maskulin justru akan beresiko.

Oleh karena itu, jangan pernah remehkan tugas sebagai Ibu Negara. Semoga ini bisa menjadi pelajaran bagi Anda calon President / First Lady.. =)


Continue Reading →

Tuesday, May 18, 2010

Brain Drainer Indonesia



Tanah airku tidak kulupakan..
Kan terkenang selama hidupku..
Biarpun saya pergi jauh..
Tidak kan hilang dari kalbu..
Tanahku yang kucintai..
Engkau kuhargai

(Ibu Sud,
Tanah Airku)


Hijrahnya manusia-manusia cerdas nan brilian dari sebuah negara (biasanya dari negara berkembang) ke negara lain (rata-rata negara maju) sering disebut sebagai Brain Drain. Human capital yang harganya mahal dan berperan penting bagi kemajuan sebuah bangsa, terbang jauh melintasi benua. Tentu ada rasa bangga melihat orang-orang Indonesia berkarier cemerlang di mancanegara. Baik sebagai profesional, peneliti, olahragawan, maupun sebagai seniman.

Meski demikian, tidak sedikit yang mengutuknya. Seperti polemik baru-baru ini, saat Sri Mulyani menerima tawaran menjadi managing director world bank. Muncullah berbagai hujatan, ada yang menuding egois, cari enak sendiri, tidak nasionalis, dan labelisasi negatif lainnya.

Sejarah Brain Drain
Fenomena brain drain dimulai ketika banyaknya tenaga trampil dari Eropa seperti Inggris, Jerman, juga Kanada memasuki Amerika dan menjadikan Amerika sebagai dream land pasca perang dunia II. Seiring dengan melajunya kedigdayaan Amerika, maka imigran yang memasuki Amerika di tahun 1980-an adalah para SDM trampil dan ahli dari Asia seperti China, Taiwan, India, dan Korea Selatan.

Brain Drainer Indonesia
Indonesia pun diam-diam mampu mengekspor banyak orang berbobot ke mancanegara. Bukan sekadar tenaga kerja kasar seperti yang selama ini menjadi sasaran empuk media massa. Berikut sedikit contoh yang saya tahu:

B.J.Habibie pernah bekerja di Messerschmitt-Bölkow-Blohm, perusahaan penerbangan yang berpusat di Hamburg, Jerman. Siddik Badruddin menjabat sebagai Direktur Country Risk Citibank Jerman.

Di benua Amerika, Indonesia ‘menitipkan’ Nelson Tanu di Lehigh University, Pennsylvania, AS. Lelaki kelahiran Medan ini adalah pakar teknologi nano yang merupakan kunci perkembangan sains dan rekayasa masa depan.

Di bidang ekonomi ada Sri Mulyani, bidang olah raga ada Rexy Mainaki yang kini melatih bulu tangkis di Malaysia. Di dunia seni pun ada Anggun C. Sasmi yang lebih memilih berkarier di Prancis juga Ananda Sukarlan yang kini menetap di Spanyol sebagai pianis yang menjadi langganan gedung konser paling bergengsi di Eropa.

Reverse Brain Drain
Pandangan bahwa brain drain melulu sesuatu yang merugikan dan menggerogoti negara berkembang, akhir-akhir ini banyak dibantah oleh para ahli. Prof.Dr. Saxenian dalam banyak jurnalnya megatakan bahwa pada dasarnya brain drain tidak lah abadi. Tetapi, dia hanya suatu siklus saja di dalam fenomena globalisasi yang dinamakan brain circulation. Semua brain drain berpotensi besar menjadi reverse brain drain yang memberi keuntungan pada negara pengirim. Contohnya adalah kasus Taiwan dan India.

Miin Wu seorang “braindrainer” yang lulus PhD dari Stanford tahun 1976. Lalu dia bekerja sebagai profesional di Silicon Valley dan kembali ke Taiwan 1989. Setelah kembali ke Taiwan, Wu mendirikan perusahaan Macronix Co. Perusahaan ini kini menjadi salah satu perusahaan semikonduktor terbesar di Taiwan dengan omset $ 300 juta/tahun dan menyerap 2.800 tenaga kerja.

Lakshmi Mittal sorang pria yang lahir dari keluarga miskin di Sadulpur, India dan kini menetap di London. Ia marupakan raja baja melalui perusahannya Mittal Steel. Dengan kekayaan itu, ia tak lupa pada negaranya. Salah satu bentuk kepeduliannya yaitu dengan mengembangkan olahragawan di India agar bisa berprestasi internasional. Ia membuat Mittal Champions Trust dan menghibahkan dana US$9 juta untuk mendukung sejumlah atlet India agar bisa berprestasi dan mengharumkan nama bangsa.

Saya percaya suatu hari nanti, fenomena reverse brain drain juga akan hinggap di negeri ini. Itulah momen dimana ribuan anak cemerlang yang telah berkiprah di negeri seberang akan berbondong-bondong pulang, ataupun berkontribusi dari jauh demi membangun ibu pertiwi tercinta.

Continue Reading →

Thursday, April 15, 2010

Sejarah Hitam Tanjung Priok

Berita televisi kemarin siang, ramai memberitakan bentrokan antara Satpol PP dengan warga Koja yang menolak penggusuran makam Mbah Priok. Melihat berita ini saya jadi teringat tragedi Priok tahun 1984 silam.

Saat itu warga bentrok dengan tentara karena Sersan Hermanu merazia gambar-gambar berbau SARA di musola As-Sa’adah, namun caranya yang memasuki musola tanpa melepas sepatu dan mengobrak-abrik Al-Qur’an membuat warga marah. Warga pun membakar motor Sersan Hermanu, akibatnya 4 warga digelandang ke Kodim.

Ratusan masa mendatangi Kodim, tidak terima rekannya ditangkap. Bentrokan pun tak terelakan. Panglima ABRI L.B. Moerdani menyatakan 18 warga tewas, namun SONTAK (Solidaritas Nasional untuk peristiwa Tanjung priok) memperkirakan sekitar 400 orang tewas. Kasus tersebut gelap dan di era Orde Baru tersebut, orang ngeri mengungkit peristiwa ini.

Kejadian kemarin seakan memperlihatkan paralelisme sejarah. Bentrok antara aparat dengan rakyat sipil kembali terjadi, tentu dengan konteks dan alasan yang berbeda. Kali ini penyulutnya ialah rencana penertiban komplek makam Mbah Priok. Siapa sebenarnya Mbah Priok?

Mbah Priok adalah seorang ulama. Masyarakat menyebutnya Habib. Ia lahir di Palembang tahun 1727 dengan nama Al Imam Al`Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad. Tahun 1756 Habib pergi ke pulau Jawa untuk menyebarkan agama Islam.

Mereka berlayar menuju Batavia. Aneka rintangan menghadang. Legenda yang tersebar konon salah satu rintangan yang menghadang adalah armada Belanda. Lolos dari kejaran perahu Belanda, kapal Habib digulung ombak besar. Semua perlengkapan di dalam kapal hanyut dibawa gelombang. Dengan kondisi yang lemah, kedua ulama itu terseret hingga ke semenanjung yang saat itu belum bernama.

Ketika ditemukan warga, Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad sudah tewas, sedangkan Muhammad Al Hadad masih hidup. Di samping keduanya, terdapat periuk dan sebuah dayung. Warga memakamkan jenazah Habib Hasan tak jauh dari tempatnya ditemukan. Sebagai tanda, makam Habib diberi nisan berupa dayung yang menyertainya, sedangkan periuk diletakkan di sisi makam.

Diyakini, kisah periuk ini yang melatarbelakangi sebutan Priok untuk kawasan di utara Jakarta ini. Sebutan “Mbah” disematkan kepada Habib Hassan sebagai penghormatan terhadap beliau atau juga sebagai sesuatu yang dikeramatkan. Kisah periuk nasi dan dayung yang menjadi pohon tanjung lantas dipercaya sebagai asal-muasal nama Tanjung Priok bagi kawasan tersebut. Namun ada juga versi lain dari asal muasal nama Tanjung Priok.

Salah satu ahli waris pengurus makam mbah Priok, Habib Ali, menuturkan, upaya penggusuran makam keramat tersebut sudah terjadi sejak tahun 1997 dan terus digencarkan hingga saat ini. Aktor di belakang layar upaya penggusuran tersebut, kata Habib Ali, tidak lain adalah PT Pelindo selaku pengelola Pelabuhan Petikemas Koja. Sebab, areal makam mbah Priok akan dijadikan lahan perluasan terminal petikemas.

Warga tidak percaya kalau makam ini milik PT Pelindo. Sebab, menurut Ian Djuanda, kuasa hukum pihak komplek makam Mbah Priok sudah ada sejak 19 Desember 1934. Tapi, rencana eksekusi ditolak terus karena lahan ini dianggap merupakan milik Mbah Priok dan ahli warisnya dengan bukti sertifikat tanah yang dikeluarkan pemerintah Belanda di Indonesia (eigendom verponding).

Pihak pemerintah berulang kali menyatakan bahwa tidak ada penggusuran makam Mbah Priok, yang ada ialah penertibah lahan sisa sebesar 5,7 hektar. Inilah yang diperebutkan Pelindo dengan ahli waris.

Pelajaran yang bisa kita ambil dari peristiwa-peristiwa tersebut antara lain ialah pentingnya mengedepankan musyawarah, mengundang pihak ketiga untuk mediasi dan jalan damai lainnya. Kemudian ialah penegakan hukum, selama apapun kita menempati suatu lahan kalau memang itu bukan milik kita, secara legal kita tetap tidak bisa mengklaimnya. Khusus kasus Mbah Priok mungkin harus ada pertimbangan tempat tersebut sebagai situs cagar budaya yang mesti dilestraikan.


sumber:
vivanews.com
kompas.com
ummah.net

Continue Reading →

Saturday, April 3, 2010

We Shall Overcome



Beberapa hari yang lalu saya nonton film My Name is Khan , film tentang diskriminasi umat muslim di Amerika. Salah satu scene di film itu ada lagu "we shall overcome". Lagu favorit saya waktu jaman ospek. Lagunya easy listening, nadanya juga enak. Belakangan saya baru tau kalo ternyata itu lagu perjuangan anti rasialisme.

Tahun 1963, para pengunjuk rasa berkumpul di Lincoln Memorial dan menyanyikan lagu ini. Terus, mereka berarak menuju Washington, dipimpin oleh seorang afro-america, Martin Luther King, Jr.

Sampai di ibukota kemudian dia berorasi , menyadarkan publik atas persamaan hak-hak sipil. Menganjurkan perlawanan tanpa kekerasan. Tak boleh ada yang namanya segregasi ras atau pembedaan atas warna kulit. Semua manusia dilahirkan sama adanya. Pidato itu begitu melegenda, I Have a Dream.

Tahun 1964 King menjadi penerima Nobel Perdamaian termuda, yaitu pada usia 35 tahun. Sepanjang sisa hidupnya dia terus berjuang melawan kemiskinan dan menuntut penghentian perang Vietnam.

Tapi na'as, tanggal 4 April 1968 King dibunuh di Tennessee. Ketika dia tengah berdiri di balkon sebuah hotel. Setelah kematiannya, pemerintah AS kemudian menetapkan 19 Januari sebagai hari Martin Luther King, Jr.

Selain King, ada orang-orang lain yang juga berani menghadapi resiko besar berupa hilangnya nyawa demi sebuah prinsip yang mereka yakini. Untuk orang-orang semacam ini, layak kita berikan penghormatan.

Sebelum mereka sampai pada ketetapan hati seperti itu, pergulatan dan kegelisahan panjang pasti telah terjalani sebelumnya. Dorongan hidup normal pasti tak kenal menyerah menarik mereka untuk meninggalkan saja semua yang telah menjadi keyakinan. Hidup nyaman dan tenang bersama anak istri tercinta di damainya rumah tentu lebih menggiurkan dibanding mesti bergulat dalam ketidakpastian dan marabahaya.

Apa mereka tidak pernah merasa takut? Saya yakin mereka pernah takut. Namun setiap kali datang rasa takut, setiap kali pula keteguhan hati mampu memenangkannya.

Semangat inilah yang coba saya terapkan ke konteks pribadi, bahwa rintangan yang saya hadapi sekarang adalah sebuah proses yang memang harus dilalui. Yakin, bahwa suatu saat nanti ini semua akan teratasi. Akan datang masa yang menyenangkan sesuai impian yang kita harapkan, selagi kita masih mau mengejarnya. YES, WE SHALL OVERCOME!!

sumber:
syafrilhernendi.com

Continue Reading →

Sunday, March 14, 2010

Takdir & Jodoh


Lagi-lagi twitter menggerakan jari-jari ini untuk menulis,, mencari jawaban yang menggelayut di pikiran. Kini datangnya dari Arin
yang berkicau “Mungkin gak sih orang nikah bukan sama jodohnya?” Hmh,,pertanyaan model begini sebenenya udah banyak saya denger, misalnya lagi :
  • Kalo kematian, jodoh dan rezeki udah ditentukan, mengapa kita berdoa dan berusaha untuk mendapatkannya ?
  • Kalo orang yang bercerai, berarti belom bertemu jodohnya ?
  • Jika ada orang yang sampai matinya tidak menikah, berarti Allah menakdirkannya gak punya jodoh dong ?
Oke, sekarang mari kita cari tau jawabannya. Nah, biar gak kepanjangan dan terlalu debatable, maka saya akan liat dari kacamata agama aja, kalo ada temen-temen mau kasih tambahan dari sudut pandang lain, ya monggo silahkan..

Untuk pertanyaan bahwa kematian, jodoh dan rezeki sudah ditentukan, terus buat apa kita berdoa dan berusaha untuk mendapatkannya? Jawabnya karena berusaha dan berdoa adalah ciri khas manusia yang membedakannya dengan makhluk lain. Berusaha dan berdoa adalah bukti bahwa manusia memiliki kebebasan memilih.

Ini adalah penghargaan tertinggi Allah kepada manusia. Jadi ketika kita berusaha dan berdoa sebenarnya kita sedang mensyukuri nikmat Allah (yakni kebebasan). Sebaliknya, orang yang tidak mau berusaha dan berdoa berarti dia melecehkan dan tidak bersyukur terhadap nikmat Allah berupa kebebasan itu sendiri.

Kedua, kita mesti berusaha dan berdoa biar lebih cepat lagi mendapatkan takdir kita, jika takdir itu baik dan sesuai keinginan kita. Jika takdir tersebut gak sesuai dengan keinginan kita, maka dengan berusaha kita dapat merubah takdir tersebut menjadi takdir yang baik atau sesuai dengan keinginan kita.

Rasulullah bersabda : “Tidak ada yang dapat merubah takdir kecuali doa”. Dalam suatu peristiwa, Umar ingin mengungsi dari Madinah karena sedang ada wabah penyakit, lalu ia ditanya oleh seseorang: “Mengapa engkau mengungsi? Bukankah jika takdirmu tidak akan terkena penyakit, maka engkau tidak akan terkena? Lalu Umar menjawab: “Aku berpindah dari takdir yang satu (diam saja) kepada takdir yang lain (mengungsi untuk menghindari wabah penyakit)”.

Jadi berusaha dan berdoa adalah hal yang wajib dilakukan oleh seorang muslim, jika ia ingin mendapatkan takdir yang sesuai dengan keinginannya. Jika pun takdir yang menimpanya tidak sesuai dengan keinginannya padahal ia telah berusaha dan berdoa, maka disitulah letak ke-Maha Bijaksana-an Allah SWT. Sedang kita adalah makhluknya yang penuh keterbatasan. “Boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui” (QS. 2 : 216).

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir” (QS. 30 : 21). 


"dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan pria dan wanita". (QS.53:45)
"Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah". (QS 51:49)

Lalu jika orang bercerai, berarti belom bertemu jodohnya? Jawabannya iya, benar pasangan yang bercerai berarti tidak berjodoh. Dahulu mereka menikah bukan dengan jodoh yang sebenarnya. Mungkin mereka telah berusaha mencari jodoh masing-masing, tetapi karena berbagai faktor bisa saja mereka salah dalam memilih jodoh. Tugas mereka adalah menemukan jodoh yang sebenarnya, sehingga pernikahan selanjutnya dapat berlangsung langgeng.

Jika ada orang yang terlambat mendapatkan jodoh. Misalnya sampai dengan umur 40 tahun belum menikah, belum tentu ia tidak mempunyai jodoh. Bisa jadi jodoh akan datang di masa mendatang (ia akan menikah di masa mendatang). Atau bisa juga karena ia sendiri menolak untuk menikah (menemukan jodohnya), yang berarti ia merubah takdirnya dengan takdir yang lain. Hal ini bisa terjadi tentu saja atas izin Allah SWT.

Lalu jika ada orang yang sampai matinya tidak menikah padahal ia ingin sekali untuk menikah, maka hal itu berarti Allah mentakdirkannya untuk menemukan jodohnya di akhirat, bukan di dunia. Allah Yang Maha Kuasa memiliki berbagai takdir-Nya kepada manusia yang kadangkala sulit dimengerti dan diterima oleh manusia. Namun kita harus yakin bahwa takdir yang ditentukan Allah kepada kita pasti untuk kebaikan kita. 


Tugas kita sebagai manusia adalah berusaha untuk mencapai apa yang menurut kita baik. Sedang hasilnya kita kembalikan kepada takdir Allah. Suka atau tidak suka kita harus rela dengan takdir Allah SWT. Itulah ciri orang yang beriman. Wallahu’alam.

Ya, itulah unek-unek yang bisa saya bagi. Sulit kalo membicarakan topik yang satu ini. Karena ini merupakan satu dari rahasia Allah yang sangat banyak jumlahnya di dunia ini. Maap kalo ada yang gak tuntas dari tulisan ini, karena lika-liku takdir dan jodoh memang bisa sebegitu kompleksnya, yang penting kita terus berdoa aja.

“Robbanaa hablanaa min azwaajina wa zurriyyatinaa qurrota a'yun, waj'alnaa lil muttaqiina imaamaa..”
"Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami) dan jadikanlah kami imam kepada orang-orang yang bertaqwa." Al-Furqan[25]: 74.

Additional version: "Ya Allah kalo emang jodoh, dekatkanlah ya Allah, tapi kalo enggak jodoh, jodohin dong ya Allah.." =D

Sumber:
Era Muslim

Continue Reading →